• Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Facebook Twitter Instagram
Wednesday, 4 October 2023
Trending
  • Pentingnya Kolaborasi Antara Negara-Negara Produsen Dalam Mengatasi Kampanye Negatif Terhadap Industri Kelapa Sawit
  • Bursa Karbon Dibuka, Ini Catatan Dewan Minyak Sawit Indonesia
  • GAPKI Akan Gelar Konferensi Sawit Internasional di Bali
  • NTP Pada September 2023, Mengalami Kenaikan Sebesar 2,05 Persen
  • Petani Mitra Plasma Riau Tersenyum, TBS Naik lagi
  • BPDPKS Memberikan Dukungan Dana Penelitian dan Pengembangan Sawit dari Hulu Hingga Hilir
  • Akses KUR Bagi UMKM Berbasis Pengaduan Posko Bersama
  • NTP September Naik, Apkasindo: Jangan Ganggu Ekonomi Petani Sawit!
Facebook Instagram Twitter YouTube
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Subscribe
  • Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Home » Pakar Hukum Sepakat Strict Liability Tidak Tepat Diberlakukan Kepada Industri Sawit
Berita Terbaru

Pakar Hukum Sepakat Strict Liability Tidak Tepat Diberlakukan Kepada Industri Sawit

By RedaksiOctober 25, 20173 Mins Read
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email
pelatihan penanggulangan kebakaran hutan
pelatihan penanggulangan kebakaran hutan
Share
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email

BOGOR, SAWIT INDONESIA- Prinsip tanggung jawab mutlak yang tidak memerlukan pembuktian kesengajaan kealpaan atas suatu tindakan (strict liability) hanya bisa diberlakukan pada kegiatan usaha yang bisa menimbulkan dampak bahaya yang sangat besar luar biasa bagi alam, lingkungan, manusia dan sebagainya.

Hal ini diungkapkan sejumlah pakar dalam seminar nasional bertema “Dampak kebakaran terhadap ekosistem gambut” yang diselenggarakan Fakultas Kehutanan IPB, di Bogor, Rabu (25/10).

Pakar strict liability Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Prof. DR Hartiwiningsih, menjelaskan bahwa konsep strict liability yang digagas dalam berbagai konvensi internasional menyasar aturan hukum itu berlaku pada kegiatan usaha yang bisa membawa dampak kerusakan luar biasa seperti pembangkit nuklir atau pengeboran baik di darat maupun lepas pantai.

“Kegiatan perkebunan kelapa sawit tidak termasuk dalam kategori sektor kegiatan yang bisa dikenai aturan strict liability karena tidak merusak,” jelasnya dalam seminar tersebut.

Baca juga :   Peranan Literasi Semakin Optimal Untuk Pertanian dan Peternakan

Lebih lanjut kata Prof. DR Hartiwiningsih, pada dasarnya, perkebunan kelapa sawit masuk kategori industri lazim karena mendapatkan restu negara serta perkebunannya berada di kawasan berizin yakni lahan HGU. Sawit juga memberi nilai, manfaat dan dan keberadaannya sangat besar karena menyerap tenaga kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi. “

Karena itu, kata Hartiwiningsih, penerapan strict liabity tidak bisa diterapkan secara sembarangan pada semua indutri termasuk kelapa sawit serta tidak bersifat mutlak.

“Pihak-pihak dirugikan seharusnya berhak mengajukan beberapa alasan keberatan dengan dasar kegiatannya tidak merusak. Kata kuncinya ada pada kegiatan. Ini berbeda dengan kegiatan pada industri nuklir atau pengeboran yang langsung membawa dampak kerusakan,” kata dia.

Pernyataan senada dikemukakan pengamat hukum Universitas Airlangga Suparto Wojoyo. Menurut Suparto, seluruh areal negara termasuk hutan sebenarnya menjadi tanggung jawab Negara. Pasal 33 UUD 19945 yang sangat Negara sentris menyebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalammnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Disini kita memahami bahwa tidak ada yang mempunyai kekuasaan yang lebih daripada Negara karena memang mendapatkan mandat dari rakyat sebagai kontrak hukum.

Baca juga :   Kolaborasi Antara Pemerintah dan Sektor Swasta Adalah Kunci Untuk Optimalisasi Pemberdayaan UMKM

Mengacu pada konstitusi ini berarti, kalau suatu wilayah mengalami kebakaran hebat yang menganggu ekosistem dan tatanan lingkungan, maka tanggung jawab itu ada pada aparatur negara. Mereka (aparatur Negara) wajib memikul tanggung jawab hukum karena tidak melakukan fungsinya sebagai pembina dan pengawas.

“Konsep yang baik tentang pembinaan dan pengawasan ada pada kepolisian. Polisi tidak hanya menerbitkan surat izin mengemudi motor/mobil (SIM), tetapi juga menjalan fungsi pembinaan dan melakukan pengawasan pada pengendara dijalankan. Jadi ketika terjadi kebakaran hebat, pertanyaan apakah aparatur Negara sudah menjalan fungsi pembinaan dan pengawasan secara baik.”

Baca juga :   Program Riset BPDPKS Menjangkau 78 Lembaga Penelitian dan 957 Peneliti

Menurut Suparto, ketika korporasi digugat karena diangap lalai dalam kasus kebakaran, seharusnya mereka bisa menggugat kembali dengan dasar tidak ada pembinaan dan pengawasan.
Dia juga mengingatkan pemeirntah harus mengambil tanggung jawab yang sama ketika kebakaran terjadi di kawasan open access seperti taman nasional. “Harus ada state liability. Yakni pemerintah mempunyai tanggung jawab hukum yang sama jika terjadi kebakaran hutan,” kata dia.

Ketua Himpunan Gambut Indonesia (HGI) Supiandi Sabiham menilai, pemerintah tidak melihat subtansi dari persoalan kebakaran yang terjadi berulang.

Menurut Supiandi, kebakaran adalah akibat persoalan sosial masyarakat yang bisa terjadi dimana saja baik dilahan mineral maupun gambut.”Namun penyelesaiannya hanya sibuk mengotak-atik soal tinggi muka air tanah di lahan gambut dan sebagainya tidak tidak berhubungan dengan substansi persoalan masyarat yakni kemiskinan,”kata dia.

kebakaran lahan Pakar hukum Strict liability
Share. WhatsApp Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Email Telegram

Related Posts

Pentingnya Kolaborasi Antara Negara-Negara Produsen Dalam Mengatasi Kampanye Negatif Terhadap Industri Kelapa Sawit

11 hours ago Berita Terbaru

Bursa Karbon Dibuka, Ini Catatan Dewan Minyak Sawit Indonesia

12 hours ago Berita Terbaru

GAPKI Akan Gelar Konferensi Sawit Internasional di Bali

12 hours ago Berita Terbaru

NTP Pada September 2023, Mengalami Kenaikan Sebesar 2,05 Persen

12 hours ago Berita Terbaru

Petani Mitra Plasma Riau Tersenyum, TBS Naik lagi

13 hours ago Berita Terbaru

BPDPKS Memberikan Dukungan Dana Penelitian dan Pengembangan Sawit dari Hulu Hingga Hilir

14 hours ago Berita Terbaru

Akses KUR Bagi UMKM Berbasis Pengaduan Posko Bersama

15 hours ago Berita Terbaru

NTP September Naik, Apkasindo: Jangan Ganggu Ekonomi Petani Sawit!

16 hours ago Berita Terbaru

WRU dari BKSDA Berhasil Menyelamatkan Satu Ekor Bayi Orang Utan

17 hours ago Berita Terbaru
Edisi Terbaru

Cover Majalah Sawit Indonesia Edisi 143

Edisi Terbaru 2 weeks ago1 Min Read
Event

Advokasi Sawit Dan Peluncuran Buku Mitos Vs Fakta Sawit

Event 2 months ago2 Mins Read
Latest Post

Pentingnya Kolaborasi Antara Negara-Negara Produsen Dalam Mengatasi Kampanye Negatif Terhadap Industri Kelapa Sawit

11 hours ago

Bursa Karbon Dibuka, Ini Catatan Dewan Minyak Sawit Indonesia

12 hours ago

GAPKI Akan Gelar Konferensi Sawit Internasional di Bali

12 hours ago

NTP Pada September 2023, Mengalami Kenaikan Sebesar 2,05 Persen

12 hours ago

Petani Mitra Plasma Riau Tersenyum, TBS Naik lagi

13 hours ago
WhatsApp Telegram Facebook Instagram Twitter
© 2023 Development by Majalah Sawit Indonesia Development Tim.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.