Dikembangkan oleh anak bangsa yang berpengalaman di perkebunan sawit, OWL Plantation System adalah penyedia solusi manajemen perkebunan berbasis ERP untuk membantu proses pengawasan dari kebun sampai pabrik sawit.
Sebagai pemilik perkebunan sawit terbesar di dunia, Indonesia harus menjadi pemimpin dalam mengembangkan industri sawit dalam berbagai aspeknya. Termasuk dalam mengefisiensikan sistim kerja pada seluruh tahapan industri sawit.
OWL Plantation System adalah solusi manajemen perkebunan berbasis ERP yang mulai dikembangkan pada 2006. Repindra Ginting, Direktur PT Origin Wiracipta Lestari (OWL) menjelaskan bahwa selama ini ERP yang kerap digunakan oleh perusahaan perkebunan sawit yang bersifat close source kurang mampu mengakomodasi kebutuhan perkebunan sawit yang memiliki karakteristik khusus.
“Kami membandingkan produk kami dengan kompetitor yang umumnya berasal dari luar negeri, produk mereka yang selama ini digunakan biasanya hanya mengakomodasi 40 persen kebutuhan perkebunan sawit. Itu dasarnya mengapa kita kemudian mau mendesain ERP yang memang cocok dengan karakteristik perkebunan,” jelas Repindra.
Dibandingkan produk ERP lain, OWL Plantation System punya nilai tambah untuk mengakomodir kebutuhan perkebunan sawit. Pasalnya, OWL diisi oleh tenaga ahli dari Indonesia yang berpengalaman puluhan tahun dan paham seluk beluk industri sawit.
Secara garis besar OWL memiliki tiga jenis layanan yang mampu disediakan yaitu ERP, mobile application, dan Business Intelligent.
Dari sisi ERP, OWL Plantation System memiliki sebelas modul yang mengakomodasi mulai dari dokumentasi pembebasan lahan hingga penjualan CPO. Modul-modul tersebut adalah anggaran, traksi, PKS, pemasaran, SDM dan umum, agronomi, pengadaan, keuangan, laporan manajerial, GIS, dan pabrikasi manufaktur.
“Sebelas modul yang kami miliki, terintegrasi satu sama lain dengan menghubungkan seluruh departemen yang ada di perusahaan sehingga mampu memberikan efisiensi kerja. Istilahnya hubungan masing-masing lini kita sediakan satu aplikasi komprehensif bernama OWL Plantation System,” kata Repindra.
Meskipun memiliki modul yang banyak dan terhitung kompleks, OWL Plantation System yang bersifat Open Source justru mampu memudahkan pelanggan untuk melakukan kustomisasi sesuai kebutuhan spesifik pelanggan. Bahkan jika calon pelanggan hanya membutuhkan beberapa modul saja karena telah memiliki sistem ERP sendiri, OWL mampu menyediakannya, sekaligus mengintegrasikannya dengan sistem milik perusahaan.
Kustomisasi penuh yang mampu disediakan OWL, menurut Repindra juga menjadi salah satu nilai tambah yang dimiliki OWL dibanding kompetitor. Selain itu OWL Plantation System yang memang khusus didesain untuk perkebunan mampu memberikan kecepatan waktu untuk implementasi sistem.
“Waktu yang kita habiskan dari mulai kick off project hingga closure project rata-rata hanya 5 hingga 6 bulan, bahkan lebih cepat untuk perusahaan perkebunan sawit baru, karena mereka bisa menggunakan SOP yang kita sediakan , jauh lebih cepat dibanding kompetitor yang biasa menghabiskan waktu hingga 2 tahun”
Tak hanya soal kecepatan implementasi, OWL Plantation System juga didukung dengan layanan purna jual yang mumpuni dari OWL serta variasi opsi implementasi dan maintenance yang disediakan. Repindra menjelaskan sejak awal tim teknisi dari OWL akan terus mendampingi pelanggan hingga sistem siap digunakan.
Setelah itu, tim OWL pun akan mengadakan training user kepada pelanggan. Bahkan pelanggan yang tak menggunakan jasa maintenance dari OWL pun akan tetap dimonitoring kinerja sistemnya dan memberikan masukkan kepada pelanggan untuk perbaikan maupun peningkatan kinerja.
Terkait implementasi dan maintenance, karena OWL Plantation System bersifat Open Source, pelanggan bebas untuk memiliki server serta operasionalisasi sistem mandiri maupun dari OWL. Untuk menambah layanan semenjak tahun ini OWL juga telah menyediakan opsi Cloud Server yang mampu mengurangi biaya pengadaan server dan infrastrukturnya.
Layanan ERP dari OWL ini juga semakin prima dengan hadirnya layanan baru yaitu mobile application yang dirilis awal tahun ini. Layanan ini merupakan aplikasi tambahan berbasis ponsel android yang bisa membantu pelanggan untuk kegiatan agronomi berupa buku kerja digital, dan pelacakan kendaraan.
Buku kerja digital ini mempermudah kerja mandor dan panen yang biasanya bersifat manual. Pencatatan selanjutnya beralih kepada pelaporan data bersifat realtime. Dengan sistim ini, lokasi kerja mandor dan kendaraan yang dipakai dapat terlacak di office state melalui penggunaan GPS.
“Teknologi ini terutama bisa menghemat tenaga kerja karena selama ini pencatatan di kebun harus dibawa dulu ke kantor kemudian dicatat ulang, dan seterusnya. Dengan teknologi ini kami memberikan kemudahan karena data yang dicatat di lapangan langsung sinkron dengan server. Selain itu, akurasi data lebih presisi karena mampu mengeliminir proses pencatatan yang berulang tadi,” jelas Repindra.
Sedangkan layanan ketiga yang disediakan oleh OWL adalah Business Intelligent, yaitu berupa layanan yang mampu mengonversi data mentah dari lapangan menjadi bentuk yang lebih atraktif berupa grafik maupun peta.
“Dengan Business Intelligent jadi bisa termonitor semua aktivitasnya seperti apa, produksinya bagaimana, target budget tercapai tidak, dan penggunaan cost,” kata Repindra.
Software Gratis Untuk Kemajuan Industri Sawit Nasional
Saat ini, OWL kini juga sedang menjajaki kerjasama dengan pemerintah melalui Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) soal data real perkebunan sawit di Indonesia.
“Kita bisa beri software gratis ke pemerintah yang bisa dipergunakan baik oleh petani maupun oleh perusahaan perkebunan sawit mengenai luas dan legalitas lahan, luasan tertanam dan produksi aktual. Kalau soal HGU pemerintah pasti punya melalui BPN, tapi luasan tertanam ini yang sulit didata” imbuh Repindra.
Repindra menambahkan dengan data real perkebunan sawit di Indonesia tentu pemerintah akan terbantu untuk memutuskan kebijakan-kebijakan strategis terkait industri sawit. Selain dapat membantu pemerintah mewujudkan praktik perkebunan sawit yang berkelanjutan karena mampu melacak lokasi lahan apakah berada di zona terlarang atau tidak, dan soal kemamputelusuran TBS di pabrik kelapa sawit khususnya petani swadaya yang kesulitan mendapatkan data.
“Untuk kebun internal mungkin mudah, tapi yang sulit itu kan dari petani swadaya, mereka punya lahan dimana, produksinya berapa sulit dilacak. Nah di software itu kita bisa minta petani untuk menginput data tersebut. Agar petani mau menginput datanya, di software tersebut kita bisa beri informasi harga TBS di PKS A berapa, di PKS B berapa jadi mereka akan tertarik untuk masuk dan menginput data,” pungkas Repindra.
Sebagai karya anak bangsa yang berfokus kepada sektor perkebunan sawit, OWL juga turut berupaya untuk memajukan industri sawit nasional. Awal tahun ini, OWL telah bekerjasama dengan Institut Pertanian Stiper (Instiper) Yogyakarta untuk mengadakan mata kuliah sistem manajemen perkebunan sawit berbasis OWL Plantation System pada tahun ajaran mendatang.
Repindra mengatakan kerjasama dengan Instiper Yogyakarta dilakukan OWL guna membekali calon pekerja di perkebunan sawit dengan kompetensi yang sesuai dengan perkembangan zaman, terlebih dengan semakin majunya tekologi yang digunakan di perkebunan sawit. Serta guna membantu para perusahaan perkebunan sawit kelak untuk menerapkan sistem manejemen yang terintegrasi.
“Selain itu kita juga ingin menyosialisasikan bahwa anak bangsa juga memiliki produk ERP yang lebih baik dibanding produk ERP dari luar negeri,” kata Repindra. (Anggar Septiadi)