Tingginya kandungan Vitamin A dan Vitamin E di dalam minyak sawit menjadi bahan baku untuk susu formula anak.
Prof.Dr. Nuri Andarwulan, Direktur SEAFAST IPB mengatakan susu formula mengandung campuran spesifik lemak nabati yang berasal dari minyak sawit untuk meniru kandungan asam lemak jenuh (SFA), asam lemak tak jenuh rantai tunggal (MFA), dan asam lemak tak jenuh rantai jamak (PUFA) pada ASI3.
Susu formula mengandung campuran spesifik lemak nabati untuk meniru kandungan asam lemak jenuh (SFA), asam lemak tak jenuh rantai tunggal (MUFA), dan asam lemak tak jenuh rantai jamak (PUFA) pada ASI3. Campuran minyak nabati yang biasa ditambahkan adalah minyak olein sawit, kelapa, kedelai, bunga matahari tinggi oleat, jagung, kanola, sunflower, zaitun dan MCT4,5,6,78,9.
Komposisi lemak ASI didominasi triasilgliserol sangatlah cocok dengan kandungan minyak sawit yang terdiri dari disaturated POO, POL dan LOO. Menurut Nuri, kandungan minyak sawit yang ada pada susu formula tidak akan terganti oleh minyak nabati lain.
Dia menegaskan, susu formula harus menggunakan minyak sawit untuk mencampuri supaya bisa menyamai ASI. “Banyak orang tidak tahu kandungan di susu formula berasal dari minyak sawit. Itu sebabnya negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat menekan komoditas sawit,” tegasnya.
Lalu apa saja kandungan nutrisi di dalam minyak sawit? Terdapat karoten (Vitamin A), tokoferol dan tokotrienol (Vitamin E) yang sangat tinggi sehingga mengandung zat antioksidan. “Dibandingkan minyak kedelai, kandungan tokotrienol minyak sawit dua kali lebih banyak,” ujar Nuri.
Minyak sawit mempunyai keistimewaan dibandingkan minyak nabati lain. Ini sudah dapat terlihat dalam proses pengolahan minyak sawit mentah (crude palm oil) menjadi minyak goreng goreng sawit. “Hal ini sangat erat dengan kandungan gizi makro dan mikro,” katanya.
Nuri menerangkan, karakteristik kimia sawit yang ada pada kandungan gizi makro dan mikro keduanya sangat berperan pada kesehatan tuhuh manusia. “Bagaimana kandungan gizi dalam menyumbang pada kesehatan masyarakat Indonesia yang mengonsumsi minyak goreng sawit,” tambahnya.
Adapun minyak Goreng Sawit (MGS) mengandung 40% Asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA), 10% asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA) dan 50% Asam Lemak Jenuh (SFA). Minyak goreng sawit sangat tinggi kandungan Vitamin E (tocopherols dan tocotrienols) yaitu mencapai 700-800 ppm lebih, jika dibanding dengan minyak nabati lainnya.
Dia menuturkan minyak sawit sangatlah cocok digunakan sebagai bahan baku minyak goreng karena mengandung hampir 50 persen asam lemak jenuh dan hampir 50 persen lemak tidak jenuh. Selain itu, terdapat pula kandungan omega 9 yang berfungsi untuk membangun dinding sel dan membran sel tubuh.
“Jika kita mengonsumsi produk suplemen vitamen E yang ada di pasaran (Natur E) dari gandum itu hanya mengandung tokoferol. Tetapi mengonsumsi vitamin E dari sawit yang mengandung tokotrienol yang antioksidannya lebih tinggi. Kandungan ini yang disembunyikan oleh negara-negara yang tidak suka dengan sawit,” jelasnya.
Minyak Goreng Sawit juga mengandung asupan lemak. Persoalannya kenaikan asupan lemak meningkat tajam dibanding minyak nabati lainnya. Ini terkait dengan atuarn Peraturan Menteri Kesehatan No.30/2013 tentang kandungan gula, garam, dan lemak (GGL)pada pangan olahan dan pangan siap saji.
Kontribusi jenis pangan olahan terhadap asupan lemak yaitu Cereals sebesar 24,64, Snack sebesar 18,10 dan Poultry 15,46. Rekomendasi dari WHO 45-78, masyarakat Indonesia masih masuk.
Tetapi jika untuk asupan Mono Unsaturated Fatty Acids (MUFA) masih di bawah standar yaitu 18,02 gram/hari dari standar 33-45 gram/hari, sementara untuk asupan Poly Unsaturated Fatty Acids (PUFA) hanya 18,86 gram dari standar 13-25 gram/hari.
Hasil studi pada 2016 menunjukkan Indonesia dan Malaysia masih menghadapi persoalan kekurangan MUFA dan PUFA yaitu Indonesia 8,22g/hari (MUFA) dan 5,53g/hari (PUFA). Sementara Malaysia hanya 17,23g/hari (MUFA) dan 10,75g/hari (PUFA).
Dalam kesempatan terpisah, Prof.Nuri Andarwulan Sementara itu minyak biji bunga matahari itu karakteristiknya sama dengan minyak kedelai dan jagung, yakni 85-90 persen asam lemak tidak jenuh, 10-15 persen asam lemak jenuh. “Kalau digunakan untuk menggoreng, radikal bebasnya tinggi, mudah cepat rusak dan cepat tengik,” katanya.
Asam lemak tidak jenuhnya memang tidak seistimewa minyak kedelai, tambahnya, tapi istimewanya minyak sawit bisa digunakan untuk menggoreng, sehingga memberi sumbangan nutrisi dan zat gizi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuhnya dalam tubuh.
“Yang tidak jenuhnya itu asam oleate dan sedikit lenoleate dan itu memang juga dimiliki oleh kedelai tapi kedelai amat sangat tinggi asam lemak tidak jenuhnya sehingga tidak bisa digunakan untuk menggoreng. Berarti zat gizi yang berada dalam minyak yang diperoleh dari makanan ya dari sawit,” kata Nuri.
Keuntungan lainnya apabila mengonsumsi minyak sawit, menurut dia, mengandung omega9 yang berfungsi untuk membangun dinding sel dan membran sel tubuh, selain itu kebutuhan lemak dalam tubuh mulai dari otak yang bahan baku utamanya adalah kolesterol, diperoleh dari asam lemak jenuh.