Nursanna mulai tertarik gerakan buruh semenjak menginjak usia remaja. Kala itu, ia sering melihat aktivitas anggota Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI ) di rumahnya pada 1992.
“Saat itu, saya diajak kakak (Edward Marpaung) mengorganisir buruh pabrik di Pulogadung sekitar tahun 1993,” ceritanya. Disitulah,ia terkenang dikejar-kejar aparat keamanan karena ketahuan menggalang buruh.
Pasca reformasi, Nursanna aktif bergiat di organisasi buruh bernama Hukatan (Federasi Serikat Buruh Kehutanan, Perkebunan dan Pertanian) berdiri Oktober 1997. Alasan Nursanna bergabung karena saat itu tidak ada yang tertarik di organisasi buruh. “Saya bukannya takut tapi malahan tertantang. Makanya, saya aktif di Hukatan semenjak 1998,” ujarnya.
Nursanna bercerita saat berhasil mengadvokasi buruh biasanya akan disampaikan dari mulut ke mulut. Karena dulu, belum ada gadget dan terbatas surat menyurat. Hingga sekarang, jumlah anggota Hukatan mencapai 116 ribu di 27 provinsi. Sebagian besar pekerja di sektor kehutanan dan perkebunan sawit.
Hingga saat ini, isu di perkebunan tidak banyak perubahan. Tercatat, ada enam isu utama. Pertama, status ketenagakerjaan seperti BHL dan kontrak kerja. Kedua,kebebasan serikat buruh di perusahaan sawit. Ketiga, penerapan K3 & kesehatan kerja. Keempat masalah pekerja anak dan perempuan. Kelima, persoalan pengupahan dan terakhir mengenai pengawasan pemerintah.
“Seharusnya kita baik perusahaan dan serikat buruh sudah bisa dewasa. Perusahaan di bawah GAPKI dapat menyadari masalah buruh. Buruh juga tidak memaksakan kehendak,” paparnya.
Setahun terakhir, Nursanna aktif di dalam Jejaring Serikat Pekerja/Serikat Buruh Sawit Indonesia (Japbusi). Tujuan organisasi ini adalah mendorong dialog yang berkelanjutan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh dengan Pengusaha kelapa sawit terkait permasalahan-permasalahan Pekerja/Buruh dan mendorong pertumbuhan sektor sawit yang berkeadilan dan berkelanjutan.
JAPBUSI diinisiasi oleh lima konfederasi yaitu Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia/Rekonsiliasi, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia. Ditambah lagi 10 Serikat Pekerja/Serikat buruh lainnya.
Saat ini, GAPKI dan serikat buruh di bawah JAPBUSI sudah membuat bipartit nasional. Dijelaskan Nursanna, forum mulai dari tingkat perusahaan lalu di provinsi dan tingkat sektoral nasional. Forum bipartit ini sudah mulai tahun lalu yang berada di dalam task force GAPKI. Nursanna mengatakan lebih mengutamakan dialog sosial. Kalaupun tidak berhasil, barulah dilakukan aksi seperti demonstrasi.
Berbicara kebijakan diskriminasi Uni Eropa. Nursanna mendukung penuh langkah pemerintah untuk melawan niatan Eropa untuk menghapuskan sawit secara bertahap. “Kami mendukung pemerintah dalam upaya memperjuangkan komoditas sawit dari diskriminasi dan kampanye negatif. Salah satunya adalah isu mengenai tenaga kerja di perkebunan kelapa sawit. Terutama, isu mengenai upah dan kesejahteraan tenaga kerja di perkebunan kelapa sawit,” kata Nursanna Marpaung
Menurut Nursanna, kebijakan Uni Eropa yang akan melarang penggunaan sawit sebagai bahan baku biofuel dinilai berpotensi mengancam kelangsungan hidup 16 juta orang pekerja di sektor kelapa sawit di tanah air. Saat ini pekerja di Industri kelapa sawit baik swasta maupun negara sebanyak 3,75 juta orang. Selain itu, terdapat juga 2,2 juta petani sawit. Jadi secara total jumlah pekerja yang terlibat rantai pasok sawit bisa mencapai 16,2 juta orang.