JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Laporan Badan Pusat Statistik di berbagai provinsi menunjukkan peningkatan signifikan Nilai Tukar Petani (NTP) terutama daerah sentra kelapa sawit. Peningkatan ini didukung tren positif harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang mendongkrak pendapatan dan kesejahteraan petani.
“Kita harus bangga dan bersyukur atas anugerah Tuhan sehingga kelapa sawit tumbuh subur di Indonesia. Data kami peroleh provinsi sentra sawit memiliki NTP tertinggi di Indonesia,” ujar Dr. Gulat ME Manurung, Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO).
Di Riau, Nilai Tukar Petani (NTP) pada bulan 2021 adalah 144,90. Ada kenaikan sebesar 2,53 persen dibanding NTP September 2021 yang hanya 141,32. Faktor pendorong kenaikan NTP Provinsi Riau pada Oktober 2021 ditopang dua sektor.
Pertama, kenaikan NTP tertinggi terjadi pada subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat yaitu sebesar 2,91 persen dan diikuti kenaikan NTP pada subsektor Hortikultura yaitu sebesar 1,13 persen.
“Seperti Petani Riau paling sejahtera di Indonesia pada Oktober 2021. Ini tercermin dari nilai tukar petani (NTP) di provinsi Riau yang paling tinggi secara nasional pada bulan lalu,” ujar Gulat.
Secara rinci, indeks nilai tukar (int) petani Riau sebesar 156,21 pada bulan lalu. Sedangkan, indeks yang dibayar (ib) petani di provinsi tersebut hanya 107,81 pada periode yang sama.
Dalam catatan APKASINDO, provinsi kedua tertinggi adalah Bengkulu dengan NTP sebesar 140,04 pada Oktober 2021. Setelahnya ada Kalimantan Barat dengan NTP sebesar 137,63.
Setelah itu, Jambi dan Bangka Belitung masing-masing punya NTP sebesar 131,51 dan 137,63. Kemudian, NTP Sulawesi Barat sebesar 127,86.
NTP Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur berturut-turut sebesar 125,11 dan 124,35. Sumatera Utara memiliki NTP sebesar 123,21. Sementara, Sumatera Selatan memiliki NTP sebesar 111,96. Sebagai informasi, NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
“Apakah kita tidak sadar ini? Di saat bersamaan negara lain cemburu dengan kondisi ekonomi Indonesia yang baik-baik saja saat pandemi terjadi,” ujar Gulat.
Ia mengatakan dampak kelapa sawit bukan saja yang memiliki kebun melainkan terhadap dimensi ekologi, sosial, dan ekonomi terhadap bangsa ini dan dunia sangat berkelanjutan dan memenuhi 17 SDGs. Pembelajaran sejak dini tentang komoditas strategis ini perlu dimasukkan ke kurikulum nasional yang diperkuat dengan UU Perlindungan Komoditas Strategis.
Dalam kesempatan terpisah, Firman Subagyo, Anggotaa Komisi IV DPR RI, mengatakan hingga saat ini masih ada kekosongan hukum yang bisa memproteksi komoditi-komoditi strategis perkebunan kita.
Selanjutnya diuraikan Firman bahwa indikator komoditas perkebunan yang akan diatur dan diproteksi oleh UU ini antara lain komoditas tersebut berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Selain itu, komoditas tersebut harus menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak. Indikator lainnya yakni komoditas tersebut berdampak pada kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia.
“Kenapa indikator ini kita masukkan? Karena bercocok tanam itu tidak semata-mata motif ekonomi belaka. Namun di situ merupakan culture masyarakat kita ini yang agraris ini, seperti misalnya kopi, karet, teh, dan tebu” papar Firman Subagyo.
Menurutnya Indonesia masih ketinggalan dengan negara maju lainnya yang sudah memproteksi komoditas strategisnya dengan perundang-undangan seperti Amerika Serikat (AS). Negara Paman Sam ini memiliki regulasi yang melindungi komoditas kedelai, jagung, kapas dan gandum. “Karena komoditas-komoditas itu dianggap sebagai strategis dan menghasilkan devisa bagi AS,” papar Politisi Partai Golkar ini.
Sementara itu, Malaysia mempunyai regulasi yang secara khusus mengatur perkelapasawitan seperti Palm Oil Registration and Licensing Authority (Incorporation) Act 1976 dan the Palm Oil Research and Development Act 1979. Jepang mempunyai regulasi khusus mengatur perberasan. Namun ironisnya komoditi strategis Indonesia seperti kelapa sawit dilepas begitu saja tanpa ada perlindungan. Tak heran, nasib kelapa sawit seperti ini.