Devisa negara merupakan suatu ekspor netto yakni nilai ekspor dikurang dengan nilai impornya. Suatu industri ekspor meskipun menyumbang nilai ekspor yang besar, apabila nilai impornya juga besar maka secara netto akan menghasilkan devisa kecil bahkan dapat menjadi defisit devisa.
Dalam perekonomian Indonesia, sektor non migas (termasuk didalamnya industri minyak sawit) merupakan sektor andalan untuk menghasilkan devisa negara. Selama periode 2008-2016 nilai ekspor netto sektor non migas mengalami fluktuasi tetapi secara netto masih surplus.
Nilai Ekspor Minyak Sawit dan Netto Ekspor Non Migas Indonesia (USD Miliar)
Tahun | Netto Ekspor Minyak Sawit | Netto Ekspor Non Migas Selain Sawit | Netto Ekspor Non Migas |
2008 | 15,4 | -0,3 | 15,1 |
2009 | 12,3 | 13,3 | 25,6 |
2010 | 16,3 | 11,1 | 27,4 |
2011 | 21,6 | 3,7 | 25,3 |
2012 | 21,3 | -17,4 | 3,9 |
2013 | 19,2 | -10,7 | 8,5 |
2014 | 21,1 | -9,9 | 11,2 |
2015 | 18,6 | -4,9 | 13,7 |
2016 | 17,8 | -3,4 | 14,4 |
Sumber : BPS
Jika nilai ekspor non migas dipisahkan antara ekspor minyak sawit dan non minyak sawit akan terlihat bahwa nilai netto ekspor minyak sawit secara konsisten mengalami surplus dengan kecendrungan yang meningkat. Sebaliknya nilai netto ekspor di luar minyak sawit cenderung menurun dari surplus menjadi defisit. Secara total nilai netto ekspor non migas masih mengalami surplus yang disumbang oleh ekspor minyak sawit.
Data tersebut dengan jelas menunjukan bahwa ekspor minyak sawit merupakan komponen penting dan penyelamat neraca perdagangan non migas Indonesia. Tanpa ekspor minyak sawit neraca perdagangan Indonesia akan mengalami defisit.
Sumber : Mitos vs Fakat, PASPI 2017