Kementerian Pertanian merekomendasikan penggunaan bungkil inti sawit sebagai subtitusi bahan baku pakan ruminansia (sapi dan kambing). Kebutuhan nutrisi ternak dapat tercukupi. Selain itu menekan biaya produksi pemeliharaan sawit.
Setiap pagi, Wayan Supadno, Pengusaha sekaligus Praktisi Pertanian, rutin membagikan pengalamannya di sejumlah grup Whats App agribisnis dan perkebunan. Salah satu konten menarik adalah pengalaman menggunakan limbah sawit untuk pakan ternak sapinya.
“Konsep utama saya adalah menekan harga pokok produksi. Caranya pelihara sapi. Limbah sapi baik padat dan cair dapat dipakai sebagai pupuk organik. Pengganti pupuk kimia. Biaya pokok produksi dapat ditekan. Ini kuncinya,” ujar Wayan. `
Di sisi lain, ia memanfaatkan limbah padat sawit untuk dijadikan pakan ternak. Alhasil, biaya pembelian pakan dapat dihemat. Jumlah bungkil sawit yang dibutuhkan mencapai 30 ton per hari. Seluruhnya untuk memenuhi kebutuhan pakan 700 ekor sapi.
”Saya cukup hanya memakai limbah bungkil inti sawit dan solid lumpur sawit. Cara ini sudah saya jalankan semenjak dua tahun lalu. Dengan berpedoman hasil penelitian di internet. Juga saya uji proksimatnya ternyata tanpa diolah pun sudah sesuai dengan SNI.
Pria berusia 53 tahun ini menjelaskan bahwa potensi bungkil sawit tak kalah hebatnya. Hanya cukup ditepungkan (powder) atau dipeletkan saja jika diuji mutu proksimat pakan ternak. Sudah memenuh isyarat SNI bahkan tingkat internasional. Jumlah permintaan pasar pun melambung. Misal kadar protein 18%, TDN 68%, KA 11%, Lemak 7% semua itu pas untuk pakan ternak mutu istimewa.
“Industri pakan ternak di dalam negeri jadi kelabakan karena bersaing harga berani mahal dengan para eksportir. Selain itu, mereka akan bersaing antara pemain industri pakan luar negeri dan dalam negeri. Tidak heran jika kita selama ini banyak yang sudah kalah, lalu kita impor hasil akhirnya saja yaitu sapi dan susunya,” urai mantan perwira TNI Angkatan Darat ini.
Donald Siahaan, Peneliti Pusat Penelitian Kelapa Sawit, mengakui bungkil sawit lebih cocok digunakan sebagai bahan baku ternak ruminansia seperti sapi dan kambing. Kalau bicara pakan ruminansia, memang tidak ada masalah untuk bungkil sawit. Ini sudah terbukti secara industrial dan memangini yang terjadi di Eropa, Australia dan Selandia Baru.
“Namun untuk pakan unggas, memang banyak kekurangannya dibandingkan sumber biji-bijian karena komposisi asam aminonya tidak berimbang. Tetap harus dicampur dengan bahan pakan sumber protein lain. Ini perlu penelitian lebih lanjut, meningkatkan kualitas bungkil sebagai pakan unggas yang memang bukan wilayah penggunaan bungkil inti sawit,” ujar Donald.
Pada 2012, Pusat Penelitian Kelapa Sawit dan Balai Penelitian Ternak membuat penelitian bersama mengenai pemilihan pakan lengkap biomassa berbasis sawit menjadi pakan penggemukan sebagai pengganti konsentrat dan hijauan yang biasa digunakan. Pakan lengkap disusun menggunakan bahan pakan utama cacahan pelepah sawit sebagai sumber hijauan dan bungkil sawit sebagai sumber konsentrat protein. Bahan pakan lain yang digunakan adalah molases, dedakpadi, urea, garam dan mineral. Penelitian ini menggunakan 4 formula pakan lengkap dengan kandungan protein kasar 15,93%, 17,52%, 20,03% dan 20,04%.
Objek penelitian ini adalah 20 ekorsapi peranakan ongol (PO) dan 20 ekor kambing kacang, 8 ekor diantaranya digunakan sebagai pembanding menggunakan pakan komersil.
Penggemukan menggunakan pakan lengkap berbasis kelapa sawit menunjukkan respon positif terhadap kenaikan bobot ternak sapi dan kambing kacang. Pertambahan berat bobot hidup per hari untuk sapi adalah 0,94-1,12 kg, dan 0,10-0,16 kg per hari untuk kambing. Hasil penelitian menunjukkan persentase karkas sapi adalah 49,22-53,49%, sedangkan persentase karkas sapi yang mengkonsumsi pakan komersil adalah 54,4%. Persentase karkas kambing adalah 47,5-49,46%, sedangkan persentase karkas kambing yang mengkonsumsi pakan komersil adalah 49,39%.
Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 115)