PALEMBANG, SAWIT INDONESIA– Setelah bekerjasama dengan 3 universitas lainnya, Minamas Plantation menjalin kerjasama dengan Universitas Sriwijaya dalam melaksanakan program pencegahan kebakaran berbasis masyarakat bekerja sama dengan akademisi, membentuk ‘Desa Mandiri Cegah Api’.
“Pentingnya pendidikan sejak dini mengenai karlahut secara tidak langsung membentuk perilaku anak-anak sehingga ketika mereka dewasa, pemikiran mengenai tata kelola lahan berkelanjutan dengan metode zero-burning sudah menjadi pengetahuan mendasar yang mereka miliki,” ujar Presiden Direktur PT. Minamas Gemilang, Haryanto Tedjawidjaja, dalam penandatangan kerjasama di Palembang, Rabu (13/09/2017).
Program ini merupakan kali kelima bagi Minamas Plantation, dalam upaya perusahaan untuk bersama-sama dengan masyarakat, Pemerintah dan akademisi dalam mengurangi kasus kebakaran hutan dan lahan di beberapa wilayah sekitar konsesi perusahaan, yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan Selatan.
Bersama dengan Universitas Sriwijaya, PT Guthrie Pecconina Indonesia, yang merupakan anak perusahaan Minamas Plantation di Kabupaten Musi Banyuasin – Sumatera Selatan, akan memberdayakan 5 Desa, yaitu Desa Rantau Panjang, Desa Karang Ringin II, Desa Ulak Seberau dan Desa Karang Anyar di Kecamatan Lawang Wetan, serta Desa Gajah Mati di Kecamatan Sungai Keruh.
Para peneliti dan ilmuwan dari Universitas Sriwijaya akan berbagi pengetahuan dan keahlian dalam menemukan solusi tuntas bencana asap. Mereka akan melakukan kegiatan pendampingan dan hidup di tengah-tengah masyarakat, mengidentifikasi daerah rawan kebakaran dan faktor-faktor terjadinya pembakaran lahan setiap tahunnya, sehingga diharapkan pada akhir program akan ditemukan pendekatan yang tepat sasaran dan dapat diterapkan sebagai solusi jangka panjang bagi seluruh pemangku kepentingan.
Keberhasilan yang dicapai sebelumnya dengan Universitas Riau dan Universitas Lambung Mangkurat dalam membina 15 Desa di Riau dan Kalimantan Selatan sehingga tercapai zero-burning, mendorong Minamas Plantation untuk terus membina desa-desa lain, khususnya di sekitar konsesi perusahaan.
Perubahan perilaku masyarakat dalam membuka lahan terlihat pada program-program sebelumnya. Sehingga para akademisi dan tim pendamping dari Universitas ingin memperluas cakupan dengan memberikan pemahaman karlahut (kebakaran lahan dan hutan) sejak di bangku sekolah. Mereka akan bergantian memberikan pemaparan dan penjelasan ke sekolah-sekolah di 5 Desa.
“Disamping itu, program kami sejalan dengan Program Pencegahan Kebakaran Hutan Berbasis Klaster yang sedang digalakkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian baru-baru ini,” lanjut Haryanto.
Asisten Deputi Tata Kelola Kehutanan – Kemenko Bidang Perekonomian, Dr. Prabianto Mukti Wibowo, MSc menambahkan, “Pola pendekatan yang harus dilakukan bersama antara perusahaan yang berada di lokasi desa rawan kebakaran adalah dengan mengoptimalkan program patroli terpadu, pemberdayaan ekonomi masyarakat desa, dan soliasisasi secara massif, dengan melibatkan peran lintas perusahaan dan partisipasi desa/masyarakat dalam tiap klaster pencegahan kebakaran, untuk mencegah kebakaran dan memadamkan api secara dini.”
Sementara itu Rektor Universitas Sriwijaya, Prof. Dr. Ir. H. Anis Saggaff, MSCE menyambut baik kerjasama ini. Beliau menuturkan, “Minamas Plantation merupakan mitra korporasi pertama bagi kami dalam mengatasi masalah karlahut. Bersama-sama kita akan menyumbangkan ide, pikiran dan tenaga demi tuntasnya permasalahan karlahut di Indonesia, khususnya wilayah Sumatera Selatan.”
Program pencegahan kebakaran tahun 2016 lalu bekerjasama dengan Universitas Riau dan Universitas Lambung Mangkurat, mencakup area seluas 45.543 ha dengan populasi penduduk sebanyak 36.034 jiwa.
Dari hasil survey yang dilakukan sebelum pendampingan menunjukkan bahwa sekitar 76.63% masih melakukan praktik tebang dan bakar. Setelah program pendampingan, kasus kebakaran terbukti berkurang dari 40 titik api pada tahun 2013-2014 menjadi 1 titik api di tahun 2015-2016.