NUSA DUA, SAWIT INDONESIA – Pemerintah akan membela industri sawit dari serangan isu negatif dan hambatan perdagangan di pasar global. Salah satu strateginya menerapkan kebijakan retaliasi perdagangan untuk mempertahankan daya saing produk.
Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam 13th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2018 Price Outlook di Nusa Dua Bali, 3 November 2017.
Menteri Enggartiasto menegaskan bahwa dukungan kuat akan diberikan pemerintah kepada industri kelapa sawit. Pasalnya, kelapa sawit menjadi salah satu penyumbang devisa ekspor utama sekitar 12,5% dari total ekspor nasional.
“Kalau Eropa ganggu palm oil, kita bisa lakukan hal serupa kepada bubuk susu dan wine (red- minuman anggur),” tegasnya.
Bahkan, kata dia, kekuatan Eropa disangsikan dalam menghadapi perlawanan Indonesia di perdagangan global. “Apa jadinya mereka jika kita tak ekspor sawit,” kata Enggar.
Menurutnya, industri kelapa sawit Indonesia paling taat aturan. Di samping itu, sawit juga telah berkembang dari skala kecil menjadi komoditas paling berkontribusi pada perekonomian Indonesia.
Menteri Enggar berharap semua pihak memperkuat kolaborasi dan menghadapi kampanye negatif. Pemerintah pun, menurutnya, akan terus melakukan mediasi dengan negara-negara lain agar kelapa sawit dapat diterima dan diperlakukan secara adil di pasar internasional.
Dalam sambutan yang disampaikan pada konferensi tahunan IPOC 2017 yang kali ini mengambil tema “Growth through Productivity: Partnership with Smallholder” tersebut, Menteri Perdagangan juga menggarisbawahi pentingnya kolaborasi yang kuat guna mendukung industri kelapa sawit.
Dalam kaitan ini, pemerintah RI telah melakukn langkah guna membangun sawit berkelanjutan antara lain melalui penguatan ISPO dan kerja sama dengan Malaysia, sesama negara penghasil utama sawit di dunia. Isu-isu sosial disikapi dengan menjamin upah minimum bagi pekerja sawit dan peningkatan fasilitas bagi pekerja di perkebunan kelapa sawit.
“Yang kita butuhkan adalah kolaborasi kuat di antara berbagai pemangku kepentingan untuk mengatasi isu-isu sepuar kelapa sawit,” ujar Enggar.
Mendag mengistilahkan kepedulian tersebut dengan kalimat “a sense of palm oil incorporated.” Dalam rangka mendapatkan pengakuan terkait dengan aspek cost-effective sawit, Mendag menyampaikan bahwa para konsumen, pelaku usaha dan berbagai pemangku kepentingan lain yang terkait perlu mengembangkan suatu “early warning system” (sistem peringatan dini). Dengan begitu dapat diambil langkah tepat bilamana sawit mendapatkan perlakuan diskriminatif di pasar global.