JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Pemerintah akan menaikkan tarif pajak ekspor sawit untuk menjaga keberlanjutan program sawit seperti B30 dan peremajaan sawit rakyat. Kenaikan ini bersifat progresif mengikuti situasi harga sawit dunia. Hal ini diungkapkan Menko Perekonomian RI, Airlangga Hartarto dalam diskusi virtual yang diselenggarakan BNPB, Selasa (27 Oktober 2020).
“Program B30 tetap dijalankan sampai tahun depan. Jumlah B30 yang terserap sekitar 9,2 juta Kl. Yang diputuskan, komitmen pemerintah menjaga BPDP serta menjaga sustainability (red-keberlanjutan) B30,” jelas Airlangga.
Airlangga menambahkan pemerintah akan mengambil kebijakan untuk meningkatkan tarif pajak ekspor progresif. Dengan perhitungan, pajak ekspor CPO akan naik progresif sebesar US$ 12,5/ton setiap kenaikan harga sawit US$ 25/ton. Sekarang ini, harga sawit dunia di kisaran US$ 700-US$780/ton
“Sudah diputuskan, tarif pajak ekspor sawit naik US$12,5 per ton. Untuk produk hilir, tarif akan naik US$ 10 per ton, dengan asumsi setiap kenaikan harga sawit US$ 25 per ton,” jelas Airlangga yang menjabat sebagai Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
Dalam Rapat Koordinasi Komite Pengarah BPDPKS, Airlangga Hartarto mengatakan, program B30 harus terus dijalankan dengan tujuan menjaga stabilisasi harga CPO pada level harga minimal US$600 per ton untuk menjaga harga tandan buah segar (TBS) petani sawit.
“Selain itu juga untuk mempertahankan surplus neraca perdagangan non migas yang sekitar 12%-nya berasal dari ekspor produk sawit dan turunannya,” ujar Menko Airlangga secara daring di Jakarta, Selasa (27/10).
Kemudian, pemerintah juga terus berupaya meningkatkan produksi perkebunan kelapa sawit rakyat dengan mengalokasikan Dana Perkebunan Kelapa Sawit untuk 180 ribu hektare (ha) lahan di 2021.
“Target luasan lahan tersebut diikuti kenaikan alokasi dana untuk tiap hektare lahan yang ditetapkan, yaitu Rp30 juta per ha atau naik Rp5 juta per ha dari sebelumnya sebesar Rp25 juta per ha,” ungkap Menko Airlangga.