Oleh: Eko Zulkifli
Latar Belakang
Pupuk bersubsidi di Kabupaten Kendal sudah mulai langka dan sebagian distributor kehabisan, akibat kelangkaan pupuk bersubsidi, puluhan ribu petani di kendal kelimpungan dan mereka terancam mengalami gagal panen. Demikianlah cuplikan berita dari salah satu media elektronik yang mengangkat berita tentang kelangkaan pupuk bersubsidi. Dampak akibat hilangnya pupuk bersubsidi sangat dirasakan oleh para petani dan pekebun diseluruh Indonesia. Salah satu dampak yang sangat dirasakan adalah naiknya harga pupuk subsidi maupun pupuk non subsidi, ditambah lagi dengan tidak diikuti dengan naiknya hasil produktifitas tanaman pertanian dan perkebunan, diperparah lagi nilai jual produk pertanian dan perkebunan tidak berpihak kepada para petani dan pekebun. Berdasarkan hal diatas penulis tertarik untuk mencoba mengurai akar permasalahan kelangkaan pupuk subsidi dan solusi alternatif yang mungkin bisa dilakukan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan akibat kelangkaan pupuk bersubsidi., ditambah lagi dengan kondisi pandemi covid 19 yang tak kunjung usai menambah beban persoalan yang semakin pelik.
Regulasi yang berpihak terhadap Petani dan Pekebun.
Satu-satunya negara yang memiliki museum pertanian terbesar di dunia adalah negara Thailand, dengan semboyan yang terkenal kitchen of the world, hal ini menjadi salah satu bukti bahwa negara Thailand sangat memperhatikan dan menjadikan sektor pertanian sebagai sektor andalan dalam meningkatkan devisa bagi negaranya. Regulasi yang ada sangat mendukung bagi berkembangnya sektor pertanian dan perkebunan. Sehingga sangatlah layak jika kehidupan petani dan pekebun di Thailand tidak kalah sejahteranya dengan profesi lainnya.
Berawal dari regulasi yang berpihak kepada petani dan pekebun yang akan bisa merubah kehidupan petani dan pekebun. Regulasi tentang harga pupuk yang terjangkau bagi petani dan pekebun sangatlah penting, Regulasi terkait dengan dsitribusi dan ketersediaan pupuk juga perlu diatur secara rinci, sehingga permasalahan tentang mahalnya harga pupuk dan langkanya ketersediaan pupuk dapat diatasi dengan mudah.
Paradigma ketergantungan terhadap pupuk kimia harus diluruskan.
Setelah kita bisa menuntaskan terkait dengan regulasi yang mendukung petani dan pekebun, ada satu hal lagi yang tidah kalah pentingnya, yaitu perlu adanya pelurusan terhadap paradigma yang selama ini berkembang dan diyakini kebenarannya oleh sebagian praktisi, petani maupun pekebun yang ada di negara kita yaitu bahwa pupuk kimia adalah harga mati, kalau tidak ada pupuk kimia maka akan mengalami gagal panen dan angggapan lain yang sejenis. Kalau kita kembali mempelajari tentang hal yang paling dibutuhkan oleh tanaman, adalah keseimbangan unsur hara makro dan hara mikro, yang kita mengenalnya sebagai hukum minimun liebig, yang menyatakan bahwa sesungguhnya pertumbuhan tanaman tidak ditentukan sepenuhnya oleh total sumberdaya yang tersedia, (unsur makro) namun juga ditentukan oleh sumberdaya yang berjumlah sedikit (unsur mikro). Dengan demikian penggunaan pupuk kimia atau pupuk makro harus secara bijkasana, artinya ada masalah ikutan yang masih dirasakan saat ini, dengan penggunaan pupuk kimia secara terus menerus menyebabkan tanahnya menjadi keras, dikarenakan kurangnya pemberian bahan organik kemampuan tanah dalam menyerap unsur hara semakin berkurang.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 108)