Syahrul Yasin Limpo, Menteri Pertanian RI, berupaya menggenjot capaian Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) melalui pembentukan gugus tugas. Banyak melibatkan kementerian dan lembaga terkait untuk menyelesaikan masalah. Petani masih terhambat legalitas dan syarat PSR yang terus berubah-ubah.
Selama lima bulan terakhir, Syahrul Yasin Limpo memberikan perhatian penuh terhadap percepatan PSR. Setiap tahun, Presiden Jokowi menargetkan 180 ribu ha perkebunan sawit rakyat yang berusia tua dapat diganti dengan bibit berkualitas. Tetapi, pencapaiannya tidak mampu melebihi angka 60% dari target.
Merujuk data Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDKS), capaian tertinggi PSR seluas 94.033 ha pada 2020. Angka ini lebih tinggi sedikit dari 2020 yang seluas 90.491 ha.
Tetapi, realisasinya semakin rendah memasuki 2021 dan 2022 di mana masing-masing seluas 42.212 ha dan 30.759 ha.
Semakin lambatnya progress PSR ini disebabkan beragam faktor. Semenjak awal PSR diluncurkan, persoalan kebun sawit rakyat peserta PSR yang diklaim masuk kawasan hutan tak kunjung diselesaikan. Walaupun, ada UU Cipta Kerja yang memberikan ruang melalui penyelesaian denda tetapi tidak mudah bagi petani untuk mengikuti mekanisme penyelesaian.
Hambatan lain datang dari perubahan aturan PSR di bawah Kementerian Pertanian RI. Pada awal 2022, terbit aturan baru yaitu Permentan Nomor 03/2022 yang mewajibkan kebun peserta PSR harus memiliki surat keterangan bebas lindung gambut. Akibatnya, petani yang mengajukan PSR mesti beradaptasi dengan syarat baru ini.
Walaupun, syarat bebas gambut telah dihapus. Tetapi, ada saja kendala yang dihadapi petani untuk mengikuti PSR. Dorteus Paiki, Petani asal Papua Barat, mengeluhkan belum keluarnya rekomendasi teknis untuk perkebunan sawit yang telah diajukan semenjak 2021. Hampir dua tahun lamanya, ia harus berkutat mengajukan persyaratan melalui PSR Online. Aplikasi ini ditujukan membantu petani untuk mengajukan persyaratan PSR dan mengetahui perkembangan syarat yang diajukannya.
“Saya sangat sedih karena pengajuan dari 2021 tak juga terealisasi. Semua persyaratan yang diminta Ditjen Perkebunan telah dipenuhi. Waktu pengajuan 2021, kami belum ikut persyaratan Permentan 03/2022. Lalu diminta menyesuaikan syarat terbaru. Ketika Permentan 03/2022 sedang dilakukan proses harmonisasi berkaitan aturan gambut. Petani diminta menunggu permentan baru,” jelasnya.
Tak kunjung sampai disitu, dikatakan Paiki, petani juga dipersyaratkan foto udara. Berusaha dilengkapi, lalu ada lagi perubahan berita acara.Walaupun, statusnya sudah rekomtek di aplikasi PSR online, tapi persyaratan berubah terus. ”Faktanya, lahan PSR tadi belum juga mendapatkan rekomtek dari Ditjen Perkebunan. Kami kecewa sekali,” keluh Paiki.
Berkaca dari persoalan tersebut, Kementerian Pertanian yang dinakhodai Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo berinisiatif membentuk Gugus Tugas PSR. Peluncuran Gugus Tugas dilakukan pada pertengahan Mei 2023. Langkah ini diambil untuk mempercepat realisasi PSR yang ditargetkan.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 139)