JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Kalangan praktisi mengkritisi langkah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mengabaikan mekanisme penetapan kawasan hutan tanpa mengikuti alur regulasi. Aksi klaim sepihak kawasan hutan ini berdampak negatif terhadap hak masyarakat terhadap tanah yang dikuasai dan dimanfaatkan.
Dr. Sadino, Pengamat Kehutanan, mengatakan pemerintah seharusnya memberikan kepastian hukum kepada masyarakat ataupun petani yang lahannya dikatakan berada di kawasan hutan. Yang terjadi sekarang, pemerintah baru melakukan penunjukan status kawasan hutan tetapi belum ditetapkan. Dengan kondisi ini, hak masyarakat tetap harus dihargai.
“Saya tegaskan tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan masyarakat di sana. Hanya masalah pelanggaran administrasi semata. Karena masyarakat tidak punya surat. Disinilah, negara harus hadir, dan wajib memberikan pelayanan terkait administrasi itu. Harus diingat bahwa hukum kita tidak pernah mengangkangi hak masyarakat,” tegas Sadino.
Ia menambahkan bahwa otoritas kehutanan tidak pernah melakukan penetapan terhadap kawasan hutan, kalaupun ada hanya klaim kawasan hutan. Sepanjang periode 2012-2014, tercatat baru 15%-16% kawasan yang ditata batas. Kendati terakhir ini sudah ada kemajuan tetapi dirinya ragu.
“Saya menilai kemajuan itu baru sebatas mengklaim kawasan hutan,” katanya.
Sebagai contoh di Riau, kata Sadino, belum ada yang kebijakan penetapan kawasan hutan sampai sekarang. “Yang ada hanya merubah judul peta biar seolah-olah itu sudah ditetapkan. Kasus seperti ini juga terjadi di Kalimantan,” papar Sadino.
Rencana pemerintah provinsi Riau yang membentuk tim penertiban kebun sawit ilegal akan kontradiktif dengan regulasi sekarang. Sadino menjelaskan tindakan Gubernur Riau sudah tetap dalam pembentukan tim, tetapi nama tim harus diganti menjadi inventarisir sawit khususnya yang disebut ditunjuk oleh KLHK sebagai kawasan hutan, ingat ditunjuk, bukan ditetapkan. Sebab jika masih hanya ditunjuk itu belum sah disebut sebagai kawasan hutan, itu perintah Undang-Undang Nomor 41 pasal 15 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU ini masih belum dicabut, ujar Sadino dengan tegas.
Sementara itu, Gulat Manurung, Ketua Umum DPP APKASINDO mengatakan ketidakhadiran Instansi terkait disektor kehutanan dalam memberikan mana batas kawasan hutan dan mana batasan non hutan juga dapat dikategorikan merupakan sikap yang ilegal.
Lebih lanjut Gulat menjelaskan bahwa Presiden Jokowi sudah mengeluarkan beberapa regulasi untuk percepatan pelepasan kebun sawit dari kawasan yang disebut hutan. Mulai dari Perpres 88 Tahun 2017 tentang Tatacara penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan, Permenko No.3 Tahun 2018 tentang Pedoman pelaksanaan tugas Tim dan Verifikasi Penguasaan tanah dalam kawasan hutan, Permen LHK Tentang TORA dan yang terakhir Inpres No.8 Tahun 2018.
Seluruh regulasi ini, kata Gulat, menjelaskan bahwa sawit dalam kawasan hutan bukan hal yang haram, namun persoalan yang harus diselesaikan sesuai aturan yang ada. Negara sudah hadir di tengah kemelut kehutanan tetapi level di bawah kurang kencang larinya.
Coba saja di Riau, sudah sejauh mana pemanfaatan regulasi tersebut untuk menyelesaikan sawit dalam kawasan hutan, masih sangat minim dan terkesan tertutup.
Apa output dari yang diharapkan oleh Pemerintah dengan berbagai macam kemudahan untuk melepaskan sawit dari kawasan hutan ? yaitu perkebunan yang tertib, membayar pajak sesuai dengan kepemilikan dan pemilik kebun bisa memanfaatkan legalitas lahannya untuk bermitra dengan Bank, jadi sama sekali bukan menghukum.
“Dalam konteks Petani sawit swadaya, bisa dibayangkan bagaimana perjuangannya bisa membangun kebun dengan usaha sendiri, modal sendiri, kerja sendiri semuanya serba sendiri, masak upaya tersebut langsung dikali nol,” ujar Gulat heran.
Apkasindo mendukung Gubernur Riau jika memang ada yang dengan sengaja membakar ketika membuka lahan, berkebun sawit dalam kawasan hutan lindung atau suaka margasatwa, harus disikat aparat hukum.
“Kita sama-sama melihat betapa tidak sehatnya udara Riau pada satu bulan terakhir. Aparat kepolisian, TNI, BPBD Riau semua berjibaku berupaya memadamkan api yang menyebar dibeberapa titik di Riau,” ujarnya.
Gulat mengatakan bahwa pada beberapa kali dialog dengan Gubernur Riau (Gubri) perihal Tim Terpadu tersebut, dijelaskan gubernur kepada dirinya bahwa tim tidak menyasar petani sawit.
“Pernyataan ini sangat melegakan bagi saya orang yang dituakan selangkah di DPP Apkasindo. Justru Bapak Gubernur mempersilahkan Apkasindo supaya memetakan kebun petani sawit yang disebut masih terjebak dalam kawasan hutan, supaya jelas pemetaannya,” jelas Gulat.
Semula dalam pandangan Gulat bahwa Tim yang dibentuk Gubernur Riau melalui Kpts.911/VIII/2019 tanggal 2 Agustus 2019 tentang Tim Terpadu Penertiban Penggunaan Kawasan/Lahan Secara Ilegal di Provinsi Riau juga menyasar kepada Petani Sawit Swadaya. “Hal ini sempat membuat kegaduhan dikalangan petani sawit. Memang sangat mencekam, apalagi dengan harga sawit yang masih melorot tajam semakin menambah penderitaan petani sawit,” ujar Gulat.