Kampanye positif sawit perlu melibatkan generasi milenial. Platform sosial media sangat efektif untuk mengedukasi dan membangun kesadaran.
Kontribusi Industri sawit mampu mengungguli sektor Minyak dan Gas (Migas) dengan capaian angka yang cukup signifikan, bahkan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sektor perkebunan sawit pada 2017 menyumbangkan devisa negara sebesar, Rp307,39 triliun. Namun, industri padat modal tersebut kerap kali mendapat tudingan negatif dari non-governmental organization (NGO) atau Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menyebut tata kelola diterapkan industri sawit telah merusak lingkungan (deforestasi).
Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Tofan Mahdi menuturkan bahwa kampanye negatif yang ditujukan pada industri sawit sangat massif semenjak satu tahun terakhir. Banyak pola pola baru yang dipakai untuk menjadi bahan kampanye hitam.
Untungnya, pengalaman dan jam terbang Tofan Mahdi sudah tinggi. Kemampuannnya untuk membaca dan menangkal isu negatif sudah teruji. Sebagai mantan wartawan yang bekerja 15 tahun lamanya di bidang jurnalistik. Tofan Mahdi dapat merangkul serta bekerjasama dengan wartawan, praktisi media, dan stakeholder lain.
“Kami, sejak 9 tahun lalu juga membangun counter opinion. Salah satunya menunjukkan secara objektif dampak positif sawit. Tuduhan Uni Eropa dan negara maju lainnya dapat ditepis karena tidak berbasis data,” ujar Tofan saat ditemui di Jakarta.
Menurut Tofan, negara produsen minyak nabati yang kalah bersaing dengan minyak sawit juga semakin kencang menyampaikan sisi negatif industri sawit. “Jadi, kita membangun opini secara baik yang dilakukan baik di dalam maupun di luar negeri. Tujuannya untuk mengubah persepsi tentang industri kelapa sawit menjadi lebih baik,” tambah Tofan.
“Jika diamati, tudingan negatif (red-kampanye negatif) sawit terus digaungkan mulai dari deforestasi, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam hal pekerja di bawah umur hingga minyak sawit tidak sehat,” jelasnya.
Tetapi, kata Tofan, kampanye hitam dapat ditangkal denga menunjukkan kontribusi sawit bagi perekonomian. “Sumbangan sawit bagi ekonomi Indonesia sangat signifikan. Ketika industri sawit dapat dilumpuhkan maka sasaran berikutnya adalah kedaulatan ekonomi Indonesia,” tegasnya.
Walaupun, kampanye positif aktif digaungkan tetapi LSM anti sawit terus bergerak.“Apa yang dilakukan NGO, maka patut diduga ada rencana jahat dan merusak ekonomi nasional,” pungkas Tofan yang pernah menjabat Wakil Pemimpin Redaksi Jawa Pos dan Direktur Pemberitaan SBO TV (Grup Jawa Pos).
Selanjutnya, Tofan menegaskan para pelaku atau eksekutor NGO banyak warga Indonesia. “Justru ini menjadi kerisauan karena yang melakukan kampanye negatif sawit di Indonesia bukan warga asing tetapi masyarakat kita sendiri. Apakah mereka berdiri sendiri, tidak? Tentu, ada pihak yang mem-backup di belakangnya atau membiayai,” tegas Tofan.
Kondisi demikian, yang menjadikan Tofan selaku Ketua Bidang Komunikasi GAPKI semakin semangat menggelorakan perlawanan terhadap gerakan NGO yang secara ngawur menuduh industri sawit melakukan perusakan hutan (deforestasi). “Jadi, ini yang harus mulai kita hadang. Kalau kita cinta bangsa Indonesia. Mesti berjuang mempertahankan sektor kelapa sawit. Karena bagian menjaga ekonomi dan kedaulatan ekonomi nasional,” jelas Tofan.
Menurutnya, jika industri sawit terganggu maka perekonomian Indonesia juga akan mengalami kendala. Sawit merupakan komoditas yang berkontribusi pada devisa negara dengan jumlah ekspor pada 2017 sebesar Rp307,39 triliun mengalahkan sektor migas, batubara.
“Dan yang terpenting di industri kelapa sawit ada 6 juta petani dan ada 25 juta penduduk yang bergantung sektor perkebunan sawit. Jika sektor ini mati, bagaimana nasib 25 juta penduduk? Ini sangat berbahaya. Kita harus berani melawan kampanye hitam yang ingin menghancurkan ekonomi nasional. Maka harus siap fight,” ujar penerima beasiswa US Department of State Untuk Short Course Perbandingan Sistem Pemilu di Washington DC.