Oleh :Dr. Rio Christiawan,S.H.,M.Hum.,M.Kn.*
Belakangan ini ramai perdebatan yang menyoal keberadaan lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing di Indonesia. Ihwal terjadinya perdebatan ini menyusul aksi LSM asing yang kerap kali secara militan menduduki maupun melakukan aksi pada sentra-sentra ekonomi strategis di Indonesia. Tanpa dikotomi asing maupun lokal, sebenarnya keberadaan LSM diperlukan untuk membantu pemerintah mewujudkan pembangunan berkelanjutan maupun mengawal penyelenggaraan negara dari penyimpangan yang mungkin dapat terjadi.
Jeff Atkinson dan Martin Scurrah dalam bukunya Globalizing Social Justice and The Role of Non Govermental Organization in Bringing Social Change mendefinisikan pengertian LSM adalah sebagai suatu kelompok masyarakat, yang secara formal terorganisir dan merupakan lembaga yang bersifat self governing, privat and non profit oriented. Artinya LSM berperan dalam pemberdayaan masyarakat tanpa mencari keuntungan dalam kegiatan usahanya. Mengacu pada definisi tersebut seharusnya peran LSM adalah sangat membantu penyelenggara negara. Dalam konteks LSM, negara dipahami sebagai organisasi kekuasaan rakyat yang menyelenggarakan pemerintahan untuk mencapai kesejahteraan seluruh rakyatnya.
Jika merunut pada sejarah gerakan LSM di Indonesia, eksistensi LSM di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dengan istilah organisasi non pemerintahan (ornop) sebagai terjemahan dari non govermental organization. Sedangkan istilah LSM di Indonesia baru dikenal tahun 1980. Peter Hannan (1988), seorang penulis buku dan peneliti LSM di Indonesia pada dekade 1980 menyebutkan bahwa LSM adalah organisasi yang bertujuan untuk mengembangkan pembangunan di tingkat grassroots melalui penciptaan maupun pemberian dukungan terhadap kelompok swadaya lokal.
Melihat tujuan LSM yang positif sebagai media diaspora pemberdayaan masyarakat sehingga dengan peran pendampingan LSM diharapkan masyarakat dapat berdaya baik secara ekonomi maupun sosial. Melihat hal tersebut pemerintah secara resmi mengakui LSM di Indonesia melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 8 tahun 1990 tentang pembinaan lembaga swadata masyarakat. Persoalannya adalah LSM yang secara legal diakui pemerintah adalah LSM dalam negeri , hal ini tertera dalam lampiran II Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 8 tahun 1990 disebutkan bahwa kriteria LSM adalah didirikan dan beranggotakan warga negara Indonesia. Hingga kini peraturan tersebut masih berlaku, artinya terjadi kekosongan hukum terhadap eksistensi LSM asing.
LSM untuk Kedaulatan Bangsa
Mengacu pada lampiran II Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 8 tahun 1990 tujuan LSM adalah sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitikberatkan pada pengabdian secara swadaya. Terkait eksistensi LSM asing, sebenarnya di Indonesia tidak dikenal istilah LSM asing, mengacu pada lampiran II Instruksi Menteri Dalam Negeri tersebut LSM hanya diperuntukkan bagi LSM dalam negeri. Dalam prakteknya LSM asing diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 56 tahun 2016 tentang organisasi kemasyarakatan (ormas) seiring dengan tumbuhnya LSM asing di Indonesia.
Dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 dan Peraturan Pemerintah nomor 56 tahun 2016 tentang organisasi kemasyarakatan LSM asing (transnasional) hanya didefinisikan sebagai ormas asing. Dalam tata hukum di Indonesia secara legal-formal hanya dikenal LSM Indonesia (non transnasional), sedangkan ormas memang dikenal adanya ormas asing, namun hakikat ormas berbeda dengan LSM.
Abdul Hakim (2015) mendefinisikan LSM sebagai gerakan yang tumbuh berdasarkan nilai-nilai kerakyatan dan bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan kemandirian masyarakat dengan tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan rakyat, berbeda dengan ormas yang bisa saja memiliki agenda lain diluar agenda kesejahteraan rakyat. Kembali pada semangat diinisiasinya LSM di Indonesia yakni sebagai agen pemerintah dalam mewujudkan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi maka pemerintah harus tegas pada seluruh komponen baik LSM maupun ormas asing yang menghalangi agenda tersebut.