Sejak awal diskusi, beragam argumen dilanjutkan oleh pihak Greenpeace dan Biofuel Wacth untuk membuktikan pembukaan perkebunan sawit jadi penyebab kerusakan lingkungan dan betapa bahayanya jika minyak sawit jadi bahan bakar. Saya mendengarkan sambil menatap hadirin yang duduk berjajar diseberang saya. Suasana akademis terasa betul hari itu. Saya mendengarkan saja, berfikir dan mengolah argumen untuk saya ajukan balik.
Setelah dua panelis selesai, tiba giliran kami yang membantah mosi. Dalam ilmu pidato yangsaya pelajari, kita harus memandang hadirin beberapa detik sebelum berucap. Saya berdiri memandang semua peserta sampai ke barisan belakang. Saya sadar, pembukaan yang baik akan menarik simpati hadirin yang nanti akan diambil suaranya dalam debat pendapat pada akhir acara. Karena itu, saya ingin mengondisikan alam pikiran hadirin. Saya katakan bahwa ketika berangkat dai Indonesia, saya tidak menduga akan menghadapi suasana debat seperti ini. Tetapi saya tadi diberi tahu panitiabahwa yang saya hadapi adalah peserta yang bersikap adil dalam menentukan sikap.
“Karena itu, saya hanya akan berikan gambaran nyata dan kemudian menyerahkan kepada anda untuk menentukan pilihan” kata saya.
Terlihat suasana hening, tanda mereka menyimak ucapan saya. Gambaran mengenai kenaikan produksi sawit Indonesia saya berikan dengan ringkas. Saya lanjutkan dengan langkah-langkah pencegahan kerusakan hutan dan lingkungan. Saya kaitkan dengan Rountable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang sudah punya prinsip dan kreteria sebagai rambu-rambu yang sudah disahkan pada bulan November 2005. Dengan demikian, sudah ada aturan operasi perkebunan agar tidak merusak lingkungan dan melindungi nilai konservasi tinggi terutama satwa langka.
Sumber : Derom Bangun