Dalam forum yang cukup terkemuka itu turut hadir dan bicara pula Andy Tait dari Greenpeace, Tan Sri Datuk Yusuf Barison dari MPOC Malaysia, dan Dr. Mohamad Basri Wahid, Direktur Eksekutif MPOB. Topik diskusi dalam forum itu mengangkat persolan seputar perkebunan kelapa sawit yang diangap menyalahi prinsip keberlanjutan dan banyak melakukan perusakan lingkungan. Sama dengan saat acara di Hotel Borobudur, Greenpeace melalui Andy Tait, kembali menegaskan sikapnya bahwa Indonesia harus memberlakukan moratorium. Tak ada debat hari itu. Setiap panelis hanya diberi kesempatan untuk menerapkan argumentasinya selama beberapa menit. Meskipun demikian, justru inilah kesempatan melontarkan argumentasi yang sangat kuat.
Tan Sri Datuk Yusuf Basiron menyampaikan makalahnya yang berisi perbandingan antara minyak sawit dan minyak nabati lain. Katanya, produktivitas minyak sawit jauh lebih tinggi daripada minyak kedelai, kanola dan bunga matahari. Dia memiliki banyak data yang mengambarkan kehebatan minyak sawit. Diseluruh dunia, luas kebun kelapa sawit hanya sekitar 12 juta hektar, tetapi produksinya lebih besar dari pada produksi kedelai yang luas lahannya lebih dari 100 juta hektar.
Tiba giliran saya bicara. Saya membuka pembicaraan dengan nada rendah. Saya katakan kepada mereka bahwa saya datang dari negri yang jauh, negeri dimana gajah, harimau, orang utan dan badak juga bertempat tinggal. Hari itu saya katakan kepada semua hadirin bahwa saya membawa aspirasi dari pengusaha perkebunan dan petani sawit yang pada dasarnya hanyalah warga pedesaan dari sebuah negri nan jauh diseberang samudra sana.”Sementara itu hadirin di sini adalah warga perkotaan yang berkebudayaan tinggi, berhadapan dengan saya, seorang yang mewakili warga desa biasa,” kata saya.
Sumber : Derom Bangun