Masalah pencemaran bahan makanan menjadi momok yang menakutkan bagi para pengusaha di Uni Eropa. Mereka, terutama produsen makanan bermerek ternama, sangat menghawatirkan konsumen akan menyangsikan keamanan bahan makanan produksi. Apa lagi kepercayaan masih belum pulih terhadap peristiwa beberapa bulan sebelumnya mengenai adanya pencemaran dioxin terdapat beberapa jenis makanan. Ketika itu makanan-makanan yang tercemar dioxin terpaksa harus ditarik dari peredaran, terutama dari supermaket. Di tengah-tengah kekhawatiran yang masih ada itulah peristiwa pencemaran solar pada CPO terjadi. Bisa dibayangkan betapa sulitnya memulihkan kepaercayaan produsen minyak sawit pada pengusaha di Eropa.
Dalam waktu sekejap berita dari Belanda itupun menyebar ke
semua negara Eropa. Berita itupun sampai ke Belawan, Medan. Wartawan Bisnis Indonesia, Eva Siregar menelepon
dan bertanya kepada saya, “Bagaimana, Pak, Kabarnya minyak Indonesia di Belanda
sudah di-black list? Saya segera
mencari informasi. Beberapa perusahaan sudah mendapatkan pemberitahuan dari
pembelinya dan menerima ganti rugi. Mereka semua was-was, rugi besar ini.
Untuk menangani persoalan itu, saya mengambil langkah pertama untuk
mengumpulkan beberapa wakil produsen minyak sawit di kantor pusat GAPKI, Jalan
Brigjen Katamso di Medan. Jhon Simanjuntak yang bertugas sebagai kepala kantor
saya suruh menghubungi direksi perusahaan-perusahaan anggota GAPKI. Mereka yang
hadir antara lain dari PTP, PT. Tolan Tiga, PT. Paya Pinang, PT. Karya Prajona
Nelayan (KPN), dan PT. Permata Hijau Sawit (PHS). Dalam pertemuan itu tersirat
kekhawatiran dari wajah mereka masing-masingtelah mendapat surat klaim dari
pihak importir di Belanda dan para pengimpor ini meminta ganti rugi atas
pencemaran itu. Sementara itu, aktivitas pengapalan minyak sawit ke Eropa dari
Pelabuhan Belawan praktis terhenti sejak ditemukan cemaran solar dalam minyak
sawit.
Sumber : Derom Bangun