Pada agenda pembahasan terdengarlah perdebatan antar negara pengusul dan bantahan dari delegasi negara lain. Negara-negara lain memberi sikap mendukung atau menolak usul setelah menyampaikan argumentasi secukupnya. Saya melihat kepiawaian delegasi Amerika Serikat dan Uni Eropa dalam beragumentasi. Misalnya ketika membahas usulan perubahan standar anggur dan zaitun. Jika standar yang diusulkan bisa gol, minyak zaitun Australia akan mendapat peluang pasar yang lebih luas. Uni Eropa dengan argumentasi kuat menolaknya. Sebagai produsen utama minyak zaitun, Spanyol dan Italia berkepentingan untuk mempertahankan supermasi mereka dipasar minyak zaitun.
Sebagai peninjau, saya memiliki hak berbicara mendukung suatu posisi. Saya memberikan dukungan atas pandangan Indonesia dan Filipina mengenai masalah afla toxin di dalam kopra dan masalah batas torenransi mutu susu oleh Thailand dan Filipina. Dukungan dari peninjau bisa juga menambah bobot susra agar suatu saran anggota delegasi diterima. Saya kagum melihat delegasi Singapura. Kendati diwakili seorang saja, ia tetap tangkas berdiplomasi membela kepentingan negaranya.
Pada hari ketiga muncul agenda mengenai aturan pemanasan dan penyimpanan minyak nabati. Perhatian saya tertarik pada ketentuan pemanasan minyak inti sawit atau minyak kernel yang dalam bahasa Inggris disebut palm kernel oil (PKO). Saya melihat, dalam rancangan ketentuan megenai penyimpanan dan pengangkutan minyak nabati disebutkan bahwa untuk mengapalkan PKO harus terlebih dahulu dilakukan pemanasn hingga suhunyamencapai 40oC samapai 50oC. Hal itu sudah tercantum sebagai ketentuan yang disahkan dalam sidang sebelumnya. Saya yakin ketentuan tersebut merugikan Indonesia sebagai produsen dan pengekspor minyak inti sawit. Sebagai peninjau, saya tidak dapat berbuat banyak selain membawa bahan ini pulang untuk di bahas dan mencari jalan pengajuan usulan perubahan.
Sumber : Derom Bangun