Pada tahun 1919 untuk pertama kalinya diekspor minyak sawit sebanyak 576 ton dan pada tahun 1923 diekspor minyak inti sawit sebanyak 850 ton. Pada masa pendudkan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat sampai bisa menggeser dominasi ekspor negara Afrika waktu itu.
Pusat pemulihan dan penagkaran kemudian didirikan di Marihat (terkenal sebagai AVROS atau Algemeene Vereniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatra), Sumatera Utara, dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaya, pada 1911-1912. Di Malaya, perkebunan pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang Tanamran, Kuala Selangor, mengunakan benih Dura Deli dari Rantau Panjang. Di Afrika Barat, penanaman kelapa sawit besar-besaran baru dimulai tahun 1911.
Pada tahun 1918 sudah ada 16 perusahaan di Sumatera Utara dan tiga perusahaan di Jawa. Kemudian pada tahun 1920 sudah ada 25 perusahaan yang menanam kelapa sawit di Sumatera Timur, 8 perusahaan di Aceh, dan 1 perusahaan di Sumatera Selatan, yaitu Taba Pingin dekat Lubuk Linggau. Sampai tahun 1939 telah tercatat sebanyak 66 perusahaan dengan luas areal sekitar 100.000 hektar. Maskapai utama yang tercatat adalah HVA, RCMA, Socfin, Asahan Cultuur Mij, LCB Mayan, Deli Mij, dan Sungai Liput Cultuur Mij. Adlin Lubis, dalam makalahnya yang disampaikan pada Simposium Kelapa Sawit tanggal 27-28 Maret 1985 di Medan, menambahkan bahwa Pulau Jawa perkebunan kelapa sawit tidak banyak berubah, hanya sekitar 783 hektar sampai tahun 1935.
Sumber : Derom Bangun