Meski demikian, di Indonesia kata sawit sudah ada sejak lama. Beberapa tempat atau desa di Jawa sudah ada yang mengunakan nama sawit. Dalam bahasa Kawi, sawit artinya ‘sidhakep’ (kalung). Nama lain dalam bahasa Jawa adalah sewu, dan dalam bahasa Sunda sering disebut sebagai salak minyak atau kelapa ciung.
Pada pertengahan abad ke-19, akibat Revolusi Industri, permintaan atas minyak nabati meningkat. Dari sisni kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya adalah Adrien Hallet, seorang Belgia yang namanya di Sungai Liput, Aceh Timur. Kebun Sungai Liput kemudian menjadi bagian dari PT Socfindo. Perkebunan kelapa sawit dibuka di Tanah Itam Ulu, Sumatera Utara, oleh K. Schadt, seorang Jerman dari Maskapai Oliepalmen Cultuur dan di Pulau Raja oleh Maskapai Huilleries de Sumatera-RCMA, Sumatera Utara. Kemudian oleh Seumadam Cultuur Mij, Cultuur Mij, Medang Ara Cultuur Mij, Deli Muda oleh Huilleries de Deli, dan lain-lain. Semua perkebunan tersebut berlokasi di Sumatera Utara dan Aceh. Sampai tahun 1915, luas areal baru mencapai 2.715 hektar, yang ditanam bersamaan dengan kulura lain, seperti kopi, karet, kelapa dan tembakau.
Sumber : Derom Bangun