Pada akhir abad ke – 18, Belanda mengendalikan folkus perdagangan kepada tanaman pertanian lain yang bukan tergolong barang mewah, seperti kopi, tembakau dan tebu. Satu abad kemudian diikuti oleh kina, teh, karet dan kelapa sawit. Kiranya kekalahan persaingan dagang Belanda dari Inggris menjadi pemicunya. Tanaman-tanaman terakhir itu baru menguntungkan manakala dikerjakan oleh buruh berupah rendah dan lahan berharga murah. Dengan pengelolaan seperti ini keuntungan yang diperoleh menjadi besar.
Inilah alasan utama yang membuat belanda mengubah strategi pengelolaan dan penguasaan tanaman komersial, dari yang semula hanya melakukan perdagangan dengan rakyat yang bertindak sebagai produsen menjadi pengelolaan berbasis korporasi. Pemerintah Hindia Belanda dan pengusaha-pengusaha Belanda VOC (Vereeniging Oost Indische Compagnie) secara ambisius membangun secara besar-besaran korporasi yang memproduksi dan memperdagangkan tanaman komersial.
Kelapa sawit (Elaies guineensis) termasuk golongan tumbuhan palma. Kelapa sawit dikenal di Barat setelah orang Portugis berlayar ke Afrika tahun 1466. Dalam perjalanan ke Pantai Gading (Ghana), penduduk setempat terlihat mengunakan kelapa sawit untuk memasak atau bahan kecantikan. Pada tahun 1470 untuk pertama kalinya dikapalkan sejumlah biji kelapa sawit ke Inggris. Pada tahun 1844, kelapa sawit memasuki daratan Eropa. Beberapa tahun kemudian Eropa mengimpor inti sawit.
Sumber : Derom Bangun