Saat itu dana kas tidak mencukupi. Karena itu, saya mengusulkan perlunya dikutip iuran khusus dari setiap anggota. Saat itu total jumlah kebun yang dimiliki anggota seluas 1,8 juta hektar. Harga kantor yang akan dibeli seharga Rp. 3 miliar. Sedangkan dana yang dimiliki GAPKI hanya ada Rp. 750 juta, artinya masih kurang 2,25 miliar. Bagaimana caranya? Saya bilang, karena kita punya anggota 1,8 juta hektar, tak ada salahnya minta tambahan RP. 1.250 per hektar. Usulan saya diterima oleh Akmaluddin Hasibuan yang menjabat Ketu Umum dan anggota pengurus lain. Segeralah dibuat surat kepada semua anggota untuk minta tambahan iuran RP. 1.250 per hektar. Dengan begitu, saya yakin akan terkumpul Rp. 2,25 miliar.
Belum lagi uang terkumpul, muncul masalah lain. Pemilik gedung di Jakarta minta dibayar cepat. Untuk mengatasinya, saya mengusulkan agar meminjam dulu dari anggota yng punya uang. Terpilihlah empat perusahaan besar yang mau memberikan pinjaman, masing-masing Rp. 450 juta. Total Rp. 1,8 milar terkumpul. Dalam beberapa bulan iuran khusus terkumpul dan pinjaman dikembalikan seluruhnya. Masalah kantor di Jakarta pun terselesaikan. Kini Gapki memiliki dua kantor, di Medan dan di Jakarta. Cabang-cabang lain tentu akan mampu juga mengadakan kantor.
Sampai saat ini GAPKI terus memperkokoh posisi dalam berbagai forum internasional yang mengfokuskan pada kegiatan usaha minyak nabati. Peran GAPKI tak bisa dipandang sebelah mata. Seagai wadah industri yang menyumbang banyak devisa bagi negara, GAPKI bertangung jawab untuk memberikan dukungan kepada pengusaha perkebunan sawit agar bisa meraih kesempatan seluas-luasnya dalam bidang perdagangan minyak sawit ke luar negeri.
Sumber : Derom Bangun