Pada hari yang sama beberapa wartawan menemui saya di Hotel Borobudur. Ketika acara jeda atau coffe break, wartawan langsung mendekati saya di bagian depan ruangan. Ada dari kantor berita Antara, dari harian Kompas, The Jakarta Post, Bisnis Indonesia, Media Indonesia dan beberapa yang lain lagi. Ada yang memegang buku catatan kecil, ada pula yang memegang alat perekam yang siap diacungkan dekat mulut saya ketika saya menjawab atau membuat pernyataan. Mereka lebih mementingkan berita dari pada hidangan kopi atau teh dengan makanan ringan yang sudah tersedia. Mereka langsung bertanya mengenai hal-hal yang terduga dan yang tak terduga. Saya pun harus menunda dulu minum teh.
Salah seorang bertanya, “Bagaimana pasokan CPO untuk miyak goreng, Pak. Apa tidak terganggu?”
Wartawan selalu menanyakan kepentingan umum. Jawaban saya haru jujur dan harus mementingkan kepentingan umum. Saya tahu itu pasti karena punya pengalaman mengelola surat kabar mingguan, Taruna Baru, yang didalamnya saya duduk sebagai pimpinan umum.
“Tadi saya sebutkan, dalam tiga bulan harus disediakan 37.500 ton untuk imbal dagang ini. Rata-rata 12.500 ton sebulan. Produksi nasional tahun 2003 ini akan naik dari tahun lalu. Kenaikannya paling tidak 600.000 ton atau rata-rata 50.000 ton sebulan. Jadi yang diambil untuk imbal dagang hanya sebagian kecil. Kira-kira seper empatnya, jadi tidak menganggu”, Kata saya kepada mereka.
Sumber : Derom Bangun