Buat Malaysia, sawit memang produk unggulan. Malaysia tidak hanya memproduksi minyak CPO, tetapi juga memproses minyak itu menjadi bentuk barang konsumsi lainnya. Dengan pengolahan high tech yang memberikan nilai tambah pada produk sawit itu, maka produk sawit Malaysia semakin naik harganya. Dengan jalan itulah Malaysia menangguk untung lebih besar. Tentu kalau mengandalkan produk mentah minyak sawit, Malaysia takkan mendapatkan untung besar. Saya dengar Pemerintah Indonesia pun sedang menjajaki kemungkinan membangun industri hilir yang mengelola minyak sawit jadi barang-barang konsumsi. Pabrik pengelolan itu antara lain akan dibangun di Sei Mangkei, Sumatera Utara, di Dumai, Riau dan di Maloy, Kalimantan Timur.
Malaysia tak hanya memperhatikan perusahaan besar. Mereka pun sangat memperhatikan petani (di Malaysia disebut peladang) sawit. Melalui FELDA (Fedral Land Development Authority) para petani dihimpun untuk berkebun sawit. Pada tahun 1980-an, sebagaimana saya saksikan sendiri, betapa aktifnya lembaga pembiayaan seperti bank dalam mengucurkan kredit kepada para petani. Mereka sadar betul kalau petani adalah warga yang perlu dibantu. Pihak bank di Malysia proaktif, jemput bola dengan langsung menyambangi kebun-kebun sawit milik petani. Para petugas alias kredit bank datang keladang menemui pemilik ladang, dan menanyakan berapa luas lahan yang dimilikinya serta berapa banyak kapasitasnya.
Sumber : Derom Bangun