Manfaat justru terasa bertahun kemudian, saat pemerintah mengeluarkan peraturan yang lebih ketat lagi mengenai dampak pencemaran limbah industri. Biaya yang keluar untuk membangun sarana tersebut pada kenyataanya bukan merupakan suatu pengeluaran yang sia-sia, melainkan investasi jangka panjang yang sangat berguna. Terbukti setelah itu pembangunan unit pengelolahan limbah jauh lebih mahal.
Pada 1985, saya mengunjungi jerman untuk sebuh tugas dari perusahaan. Tanpa saya duga, saya menerima telepon dari Medan yang memberitahukan bahwa saya di undang menghadiri Hari Lingkungan Hidup 5 Juni 1985. Dalam acara itu sekaligus akan dilangsungkan pembicaraan penghargaan sebagai perintis pencegahan pencemaran lingkungan oleh Menteri KLH Emil Salim. Pemberitahuan yang mendadak membuat saya harus cepat-cepat pergi pulang ke Tanah Air, mengejar waktu pelaksanaan acara. Beruntung saya masih bisa mengejarnya.
Acara dilaksanakan di lapangan bola Pemantar Siantar dan penyerahan penghargaan dilakukan oleh Pembantu Gubernur Sumatera Utara Wilayah Pembangunan III, H.T.M. Juned. Pembacaan pemenang lingkungan hidup oleh Kepala Biro Kependudukan dan Lingkungan Hidup Pieter Sibarani yang menyebut saya sebagai “Pengabdi Lingkungan Hidup”.
Pada hari itu saya mendapat dua penghargaan sekaligus. Satu langsung dari Menteri KLH Emil Salim dan kedua dari Gubernur Sumatera Utara Kaharudin Nasution. Penghargaan itu tentu bukan buat saya pribadi, saya menganggap tim pengendalian pencemaran lingkungan yang bekerja sama dengan saya pun memiliki peran yang tak sedikit. Bagi saya pribadi hal ini merupakan dorongan agar selalu memperhatikan aspek lingkungan dalam membangun industri kelapa sawit. Prinsip yang saya percayai ini pada akhirnya sangat berguna pada masa yang akan datang, saat saya harus bertemu dengan peberbagai pihak yang sangat memfokuskan perhatiannya pada aspek lingkungan hidup.
Sumber : Derom Bangun