Tahun 1990 kami minta kuasa pertambangan ke Departemen Pertambangan dan Energi. Kami pergi pulang ke Jakarta untuk mengurus izinya. Dengan koneksi yang kami miliki, kami tidak menemui kesulitan. Apa lagi Pak Imral, dengan gayanya yang meyakinkan, selalu bisa mengatasi kesulitan yang datang. Dalam waktu yang tak begitu lama kami pun memperoleh kuasa pertambangan.
Izin sudah ditangan, tapi kami masih punya masalah lain: bagaimana mendapatkan modal untuk menambang emas dan batubara yang ada diareal yang kami miliki. Perusahaan pertambangan memerlukan modal yang cukup banyak. Investasi yang digelontorkan pun harus sangup mendanai riset dan eksplorasi sampai dengan emas bisa ditemukan dan diolah. Saya dan Pak Imral bergerak cepat. Menghubungi siapa-siapa yang berminat untuk mendukung usaha kami ini. Bukan hanya didalam negeri, tapi juga keluar negeri.
Kami berangkat ke Australia, menemui perusahaan Forsayth di Australia. Disana kami diperlakukan bak orang besar. Sampai di Perth, pantai barat Australia, salah seorang petinggi perusahaan mengajak kami ketambang mereka.
“Oke, kita meninjau ke Gunung Gibson”, katanya.
Mereka menyediakan pesawat terbang Cessna untuk menempuh perjalanan dari Perth kelokasi penambangan yang terletak digurun pasir. Ketika kami landing, mobil-mobil berpendingin sudah menunggu untuk membawa kami. Tak beberapa lama kami sudah tiba diareal pertambangan emas. Matahari di gurun pasir bersinar terik. Setengah jam saja berada di sana sudah membuat kering tengorokan saya. Begitu gersangnya gurun itu, tetapi Tuhan memberikan kelebihan pada tanah kerontang itu dengan menghamparkan emas dibawah permukaannya.
Sumber : Derom Bangun