Tahun 1980 Pemerintah RI mendorong perluasan kebun sawit. Sebagai hasilnya, banyak perusahaan swasta melakukan rehabilitasi dan peremajaan kebun. Perusahaan milik negaraseperti PT. Perkebunan Nusantara VI dan PT. Perkebunan Nusantara VII mendapat kredit dari Bank Dunia. Bank-bank pemerintah, seperti Bank Ekspor Impor (Bank Eksim), Bank Bumi Daya, dan Bank Dagang Negara, melayani permohonan kredit perusahaan-perusahaan swasta.
Hal itu semua jelas saya ketahui karena saya sering bertemu dengan konsultan-konsultan Bank Dunia yang mengawasi proyek-proyek di PTPN, antara lain Terence Daley dari Socfin Berhad Malaysia dan B. Bek Nielsen dari United Plantation Malaysia. Bahkan A. Lambiotte dan W. Bolle dari Socfindo juga ikut dalam kegitan Bank Dunia itu sebagai konsultan.
Salah seorang pengusaha swasta, Swandi kongsie, pemilik PT. Kwala Gunung, datang menemui saya di rumah sambil membawa usulan proyek. Pengusaha ini rupanya sudah membeli perkebunan di Kabupaten Asahan dan sedang dalam proses permohonan kredit untuk merehabilitasinya. Usulan proyek sudah disampaikan kepada Departemen Pertanian, tetapi belum disetujui. Syarat mendapatkan kredit itu antara lain studi kelayakannya harus mendapatkan persetujuan Departemen Pertanian. Rupanya ada pejabat Bank Exim dan Departemen Pertanian yang menyarankan kepada saya. Selain itu, pengusaha tua yang berumur lebih dari 70 tahun ini sangat percaya kepada saya. Mungkin karena dia mengenal ayah saya ketika dulu masih sama-sama di Berastagi. Swandi Kongsie dulu pengusaha kedai kopi di dekat Bioskop Capitol dan ayah saya pengusaha bus. Dia suka mengunakan istilah bahasa Karo untuk menghasuskan tutur katanya.
Sumber : Derom Bangun