Saya punya kesan tersendiri mengenai Soeharto. Dia adalah orang yang paling mahir membesarkan self power atau kekuasaan dirinya. Dalam ilmu politik atau ilmu kemanusiaan power, yang bisa dibedakan menjadi dua. Pertama, agency power, yang kedua self power. Apa bedanya? Ketika seorang masih menjadi gubernur, maka dia berkuasa karena dia menjadi gubernur. Jika kita bertemu dengan dua gubernur, sama-sama gubernur, rasa hormat kita pasti tidak sama satu dengan lainnya. Misalnya si A gubernur Jabar, si B gubernur Sumatera Utara. Di samping kuasa dan wibawanya sebagai gubernur, ada wibawa yang melekat dalam dirinya, sehingga bisa si B lebih kita hormati karena berwibawa dirinya, wibawa pribadinya lebih besar.
Pada waktu itu topik pertemuan dengan Presiden Soeharto adalah peranan industri untuk memajukan kehidupan bangsa. Pak Harto menyampaikan bagaimana peranan industri-industri Indonesia bisa lebih besar untuk membantu pembangunan. Pak Harto berorentasi pada pembangunan, wajar saja jika ia mendapatkan gelar “Bapak Pembangunan”, betapun disektor lain, seperti hukum dan hak asasi manusia, tidak mengalami kemajuan yang sama.
Sepulang acara di Istana, saya langsung ke Medan. Saya membatalkan pegi ke Bandung karena ayah harus dijenguk. Saya bergegas ke Medan sore itu juga. Setelah tiba di Medan, ternyata ayah sudah ditangani oleh dokter spesialisyang dipangil oleh Lengkap. Bahkan ayah sudah dipindahkan ke Rumah Sakit Elisabeth karena di sana ada dokter kenalan Lengkap yang lebih besar perhatiannya. Sudah tertolong keadaannya. Saya lihat waktu itu kondisi ayah sudah berubah. Berubah dalam arti kata, kalau dia menjawab pertanyaan yang kami ajukan sudah tidak seperti biasa cerdasnya. Biasanya ayah bersuara lantang, jelas dan cerdas. Tapi mungkin karena pengobatan yang begitu kuat, daia agak lamban merespon pertanyaan kami. Namun, yang penting, dia sehat dan beranjak pulih. Maka saya putuskan untuk kembali ke Jakarta dan mengejar acara di Bandung keesokan harinya.
Sumber : Derom Bangun