Sejak itu saya semakin sering dilibatkan dalam kegiatan PII dan bahkan diminta ikut menjadi pengurus. Ketika timbul masalah turunnya permukaan air Danau Toba, PII cabang Sumatera Utara mengambil inisiatif melakukan studi dengan kemampuan yang sangat terbatas. Danau Toba memiliki arti penting bagi masyarakat luas, tidak hanya sebagai objek pariwisatabagi turis dalam dan luar negeri, tetapi juga sumber mata pencarian bagi amasyarakat sekitarnya. Permukaan Danau Toba turun permukaannya sampai dua meter membaut kehidupan masyarakat terganggu. Motor boat pengangkut tidak bisa lagi merapat ke dermaga. Masyarakat dan pemerintah daerah resah.
Bagi kami para insinyur, hal itu menarik perhatian. Ini masalah serius dan insinyur tidak boleh tinggal diam. Kami buat diskusi, semianar, dan entah apa lagi namannya mencari jalan mengatasi petaka itu. Masyarakat mengalami kesulitan. Karena permukaan air, sampan dan kapal tidak bisa merapat ke pantai. Angkutan dari dan ke Pulau Samosir terganggu . Pusat pembangkit listrik tenaga air kekurangan tenaga. Yang ahli hidrologi, ahli cuaca, dan ahli tanah turun rembuk mendeteksi penyebab kejadian yang aneh ini. Saya pernah kerja praktek di Madura, di pengaraman yang berhubungan dengan penguapan air dari permukaan yang luas. Saya biara tentang penguapan air, kecepatan angin, dan membuat tanggapan dengan rumus neraca bahan. Bahkan mempertanyakan kemungkinan adanya kebocoran pada dasar danau.
Pengurus PII Cabang Sumatera Utara membahasnya. Ir. Karnold Pohan, pejabat di Bappeda, ikut menyelengarakan loka karya untuk mengumpulkan pendapat. Dibentuk suatu tim untuk menyusun pendapat dan rekomendasi kepada pemerintah dan Kepala Otorita Asahan. Bersama Ir. Tabas Pandia, saya ikut dalam tim itu. Setidak-tidaknya kegiatan PII itu menambah bahan masukan bagi upaya mengatasi penurunan permukaan Danau Toba. Meneth Ginting bahkan sampai menulis kolom di harian Kompas berjudul “Tidak ada bosannya Membicarakan Danau Toba”.
Sumber : Derom Bangun