Perusahaan seperti ini tidak mendatangkan keuntungan besar. Sifatnya seperti tukang jahit. Pihak mitra kita menyediakan semua bahan, kita mengelolanya dengan tenaga keja yang upahnya relatif lebih rendah dari uapah di Malaysia atau di Jepang. Keuntungan yang tipis itu kadang-kadang termakan oleh gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar.
Ketika iklim kerja terganggu oleh unjuk rasa dan tuntutan buruh yang berkepanjangan, usaha seperti ini tidak mampu bertahan. Pak Imral, Alamria, Rizal Mutyara, Muchtar Jacob, dan saya sepakat menutup usaha PT. Harmoni sebelum menimbulkan beban yang tidak sebanding. Maka nama PT. Harmoni Nusantara Development berakhir dengan tenang. Nama Hrmoni adalah pilihan saya agar kami semua mengutamakan keharmonisan hubungan dari pada aspek keuangan.
KIPRAH DI PERSATUAN INSINYUR INDONESIA
Awal mula perseteruan saya dengan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) dimulai tahun 1970-an saat saya diundang menghadiri acara pertemuan tahunan. Undangan itu disampaikan oleh Alamria Abas yang bekerja sebagai direktur di PT. Masayu, sebuah perusahaan dagang yang menjadi agen traktor dan peralatan listrik. Acara berlangsung di kediaman Ir. Semiawan, Kepala PLN Sumatera Utara, di Jalan Cut Nya Dien. Tak heran jika yang hadir saat itu kebanyakan dari lingkungan PLN dan Departemen Pekerjaan Umum (PU).
Sumber : Derom Bangun