“Ya, apa?” kata dia. Saya jelaskan kesan saya bahwa tim kita beda dengan tim Malaysia dan Thailan. Mereka datang dengan persiapan yang abik. Ada pembagian tugas di antara anggota delegasi untuk meyampaikan usulan. Tim kita yang terdiri dari beberapa departemen dab BKPM hanya diam tanpa bahan. Seperti pemain bola yang bertanding tanpa latihan. Tak jelas siapa yang jadi pemain depan dan siapa yang menjadi kiper, kata saya sambil tertawa. Joop Ave pun ikut tertawa.
Malaysia pergi dengan setumpuk usulan yang telah mereka susun sebelum berangkat, begitu pula Thailan. Itu terlihat dari lontaran gagasan milik mereka yang terbukti hingga saat ini masih terus berjalan dan mendatangkan untung banyak untuk negaranya. Ambil contoh usulan Malaysia untuk membebaskan fiskal pengunjung asal Indonesia ke negaranya. Walhasil kini banyak warga Sumatera, khususnya dari Medan dan Sumatera Barat, yang pergi bersekolah atau sekedar berobat ke negeri jiran itu. Tentu saja semua itu mulai sebuah diskusi dalam forum IMT-GT itu. Thailan juga mendapatkan keuntungan. Buah logan dan durian yang mereka kirim lancar tanpa hambatan karena gerbang perbatasan Malaysia – Thailan dibuka 24 jam. Ini menunjukan kematangan diplomasi mereka.
Tim Indonesia ibarat kesebelasan sepak bola yang pergi bertanding tanpa latihan. Tidak tahu siapa yang ditugaskan menjadi kiper, siapa yang jadi penyerang dan gelandang. Keadaan demikian membuat delegasi Indonesia hanya bisa meluluskan permintaan negara lain tanpa memberikan umpan balik kepada mereka. Ini yang mendorong saya harus mengatakan kepada Joop Ave, berharap ada perubahan yang lebih baik pada masa yang akan datang.
Sumber : Derom Bangun