Setelah mereka temukan tambang lain di Sumatera Utara potensi emasnya kurang, mereka masih menunjukan ketertarikannya pada batubara. Apa lagi hasil analisis laboratorium mereka menemukan batubara bernialai kalori tinggi, lebih dari 6.000 kalori per kilo. Hanyasaja kelemahannya, kadar belerangnya tinggi. Kondisi demikian batubaranya tak bisa dipakai untuk membuat gas. Tapi mereka tetap menarik. Aktivitas eksplorasi berjalan untuk beberpa bulan lamanya. Tapi timbul masalah lain. Saat itu pihak banyak yang meributkan soal pencemaran oleh pabrik-pabrik pembangkit listrik yang mengunakan batubara. Mereka menawarkan mundur. Kami pun berhenti bekerja sama dengan mereka.
Sudah tentu kami tetap mencari akal agar pertambangan bisa berjalan terus. Setelah diskusi, akhirnya saya dan Pak Imral berencana mengunjungi Inggris untuk bernegosiasi dengan pihak Shell. Perusahaan kongsi Ibggris-Belanda itu memiliki hubungan sejarah yang sangat kuat dengan Indonesia. Cikal bakal industri minyak di indonesia dan asal muasal perusahaan yang ada pada akhirnya menjadi Royal Dutch/Shell Group berhubungan erat. Penemuan minyak mentah di Sumatera dalam jumlah komersial pada lebih dari seratus tahun yang lalu berhubungan langsung dengan terbentuknya Royal Dutch Petroleum.
Kami berdua berangkat ke London. Di kota bersejarah itu Pak Imral selalu menginap di Hotel Intercontinental, di daerah Mayfair. Mau tidak mau saya ikut di situ. Padahal biasanya saya sendiri lebih suka di daerah Kensington karena saya bisa menyewa mobil dan biaya parkirnya lebih murah. Taraif parkir mobil di daerah mayfair paling mahal di London. Waktu itu biaya parkir 7,5 pound per jam karena 1 poud hanya berlaku untuk 8 menit.
Sumber : Derom Bangun