Perpres ISPO menjadi upaya membangun harmonisasi aturan. Melalui penguatan ISPO dapat membantu penyelesaian tumpang tindih aturan seperti penetapan kebun menjadi kawasan hutan.
Besarnya potensi yang dihasilkan kelapa sawit dapat dikembangkan melalui produk turunannya mulai dari minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit, dan produk sampingan yang berasal dari limbah. Dan, beberapa produk lain yang dihasilkan dari pengembangan minyak sawit diantaranyaminyak goreng, produk-produk oleokimia, seperti fatty acid, fatty alkohol, glycerine, metalic soap, stearic acid, methyl ester, dan stearin.
Sedangkan produk-produk yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah diantaranya adalah pupuk organik, kompos dan kalium serta serat yang berasal dari tandan kosong kelapa sawit, arang aktif dari tempurung buah, pulp kertas yang berasal dari batang dan tandan sawit, perabot dan papan partikel dari batang, dan pakan ternak dari batang dan pelepah, serta pupuk organik dari limbah cair dari proses produksi minyak sawit.
Sudah sepatutnya kelapa sawit dikelola secara berkelanjutan dengan ramah lingkungan. “Dampaknya cukup besar dari Industri kelapa sawit. Ini merupakan anugrah dari Tuhan bagi bangsa Indonesia sehingga harus disyukuri,” ujar Dedi Junaedi, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian, dalam Seminar ISPO dan Keberterimaan Pasar Global yang diadakan Majalah SAWIT INDONESIA, pada 29 Maret 2018.
Data dari Ditjen Perkebunan Kementan juga menyebutkan pada 2017 mencapai 88,65% produksi kelapa sawit untuk kebutuhan eksport. Lebih produktif jika dibandingkan dengan produktifitas minyak nabati lainnya. Rata-rata produksitifitas minyak sawit 3,90 ton/ha/tahun.
Untuk itu, selaku pemangku kepentingan, pemerintah menerbitkan regulasi ISPO melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 11/Permentan/OT.140/3/2015 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesia Sustainable Palm Oil System).
Kebijakan ISPO memiliki tujuh prinsip dan kriteria yaitu Legalitas Usaha Perkebunan, Manajemen Perkebunan, Perlindungan Terhadap Pemanfaatan Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan, Tanggung Jawab Terhadap Pekerja, Tanggung Jawab Sosial dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Peningkatan Usaha Secara Berkelanjutan.
Dalam perkembangannya kebijakan ISPO dari sisi legalitas sudah mampu membagikan 346 sertifikat ISPO pada pelaku usaha sawit (342 perusahaan dan 4 Asosiasi/Koperasi Pekebun). 1 Asosiasi pekebun swadaya (Asosiasi Amanah di Kabupaten Pelalawan, Riau), 3 Koperasi Unit Desa (KUD Karya Mukti Kab.Bungo, KUD Tani Subur Kab.Kotawaringin dan KUD Sejahtera Plasma Pinago Utama Kab.Muba). Dengan luasan lahan total 2,04 juta hektar (18%) dengan produksi CPO 8,76 ton (28%).
“Saat ini, pemberlakuan ISPO juga dibantu kelembagaan yang terdiri dari 12 Lembaga Sertifikasi (LS), 8 Lembaga Konsultan, 1 lembaga pelatihan auditor dan 1.184 auditor,” ungkap Dedi.