Penulis : Susila Darma Wati (Pemerhati Sawit)
Prospek industri minyak sawit 2021 cukup menarik. Terlebih awal tahun 2021, harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) global menemukan ritmenya kembali. Per Januari 2021, harga rata-rata mencapai US$1.033,50 per metrik ton. Ini merupakan harga rata-rata tertinggi sejak Juli 2012. Lonjakan harga ini sangat menarik. Apalagi 8 tahun terakhir ini, harga rata-rata CPO global di bawah US$1000 per metrik ton.
Lalu bagaimana prospek industri sawit pada 2021? Pasar minyak sawit global memiliki prospek cerah. Karena dukungan kebijakan baru di beberapa negara tujuan ekspor. Alhasil, bakal membuka peluang lebih besar minyak sawit dalam pemenuhan kebutuhan minyak nabati global.
Dilansir laporan bulanan Oilcrops Price and Policy Update FAO, bahwa penanaman rapeseed tahun ini di Uni Eropa di bawah rata-rata yang dicanangkan. Begitupula Kanada mengalami penurunan kegiatan penanaman. Ini artinya akan berdampak terhadap hasil panen.
Kebijakan di beberapa negara penghasil minyak nabati dan juga pengimpor minyak sawit membuka peluang untuk minyak sawit. Argentina sebagai salah satu produsen kedelai terbesar di dunia pada akhir tahun 2020 memperketat kebijakan kontrol devisa. Tujuannya mewajibkan konversi hasil ekspor produk pertanian termasuk kedelai dan turunannya dalam ke dalam peso Argentina dalam waktu 15 hari setelah transaksi berlansung. Jika tenggat waktu aturan ini tidak dipenuhi maka ekspotir akan dikenakan sanksi penangguhan ijin ekspor.
Masih di negara penghasil kedelai terbesar, sejak November 2020 Dewan Energi Nasional Brazil mengeluarkan kebijakan yang membolehkan produksi biodiesel di dalam negeri menggunakan bahan baku impor. Ini artinya sangat terbuka peluang minyak sawit untuk masuk sebagai bahan baku biodiesel di Brazil.
Beralih ke Rusia penghasil biji bunga matahari dan rapeseed sejak Januari 2021 menaikkan tarif ekspor dari 6,5% menjadi 30%. Dan pada saat yang sama pemerintah Rusia juga memperkenalkan tarif ekspor minyak bunga matahari sebesar 15%. Khusus untuk kedelai, pemerintah Rusia juga mengenakan pajak sementara untuk ekspor kedelai sebesar 30% yang berlaku selama lima bulan terhitung sejak 1 Februari 2021. Regulasi baru ini diadopsi oleh pemerintah Rusia karena kenaikan harga bahan pangan pokok di dalam negeri dan untuk mengamankan stok di dalam negeri supaya tidak tergantung kepada impor. Ini artinya akan ada pengurangan pasokan biji bunga matahari dan rapeseed di pasar global.
Beralih ke India – negara pengimpor terbesar minyak sawit – menurunkan tarif impor CPO dari 37,5% menjadi 27,5% sejak 27 November 2020 sebagai respon kenaikan inflasi harga pangan di dalam negeri. Sementara itu tarif impor untuk minyak nabati lain tidak mengalami perubahan yaitu 35%. Semua pihak menilai ini angin segar bagi minyak sawit untuk melenggang masuk ke India. Selain itu Otoritas Keamanan dan Standar Pangan India juga meluncurkan inisiatif penggunaan minyak goreng bekas sebagai bahan baku biodiesel sebagai upaya memastikan keamanan pangan dan mencegah bahaya kesehatan terkait dengan konsumsi minyak goreng bekas berkepanjangan. Inisiatif ini tentunya akan meningkatkan konsumsi minyak nabati segar untuk menggantikan penggunaan yang berulang.
Pemerintah China, sejak Desember 2020 membuka peluang investor luar negeri mendapatkan akses perdagangan minyak sawit berjangka melalui Bursa Komoditi Dalian. Ini merupakan peluang penambahan volume perdagangan minyak sawit di negeri Tirai Bambu.
Melihat beberbagai kebijakan negara di atas, dapat disimpulkan pasar minyak sawit akan cemerlang sepanjang tahun 2021. Pembatasan ekspor negara penghasil minyak nabati lain akan memberikan peluang minyak sawit mengisi kekosongan di pasar global. Apabila jika penyerapan di dalam negeri tinggi di negara produsen minyak sawit, maka kelangkaan minyak sawit di pasar global akan memicu kenaikan harga.
Peluang yang terbuka ini juga tentunya ada tantangan, beberapa regulasi yang tidak menguntungkan minyak sawit seperti RED II di Uni Eropa yang efektif berlaku pada 2021 ini. Pemerintah Inggris akan memberlakukan due diligence untuk produk impor dalam rangka menghindari mengimpor produk deforestasi. Amerika Serikat masih memblok impor dari perusahaan minyak sawit tertentu yang diduga melakukan praktek bisnis yang melanggar hak asasi manusia. Pada 7 Maret 2021, Swiss akan melaksanakan referendum untuk menentukan apakah produk minyak sawit Indonesia dapat masuk ke negaranya atau tidak.
Semua tantangan di atas berkaitan dengan keberlanjutan bisnis kelapa sawit. Isu deforestasi dan hak asasi manusia akan tetap menjadi sorotan utama dalam praktek bisnis minyak kelapa sawit di 2021. Untuk melenggang mulus di pasar global, pemenuhan keberlanjutan menjadi syarat utama. Oleh karena itu, industri sawit terus berbenah diri. Lalu, aktif mempromosikan praktek keberlanjutan. Harapannya, kemilau industri sawit tidak akan pudar. (*)