JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Penyaluran pupuk bersubsidi dinilai belum efektif karena petani kurang leluasa memilih pupuk sesuai kebutuhannya. Hal ini diungkapkan Bustanul Arifn, Pengamat Pertanian Universitas Lampung, yang meminta pemerintah supaya mengubah skema penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani.
“Penyaluran subsidi melalui lima produsen pupuk yang ditunjuk pemerintah kurang efektif,”kata Bustanul Arifin dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (23/5/2017).
Dia mengusulkan pola subsidi diubah menjadi langsung kepada petani. Pasalnya subsidi pupuk sekarang ini menyulitkan petani untuk memilih pupuk sesuai kebutuhan.
Pemerintah seharusnya membuat beberapa opsi subsidi menginga besarnya dana APBN untuk pupuk sebesar Rp 31,2 Triliun. Opsi yang dapat dipilih antara lain Bantuan Langsung Tunai dan kartu tani
Pemerintah memberikan subsidi pupuk untuk Urea, SP-36,ZA dan NPK di dalam negeri yang disalurkan melalui BUMN. Produsen menjual pupuk merujuk kepada Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Keinginan mengubah mekanisme subsidi sempat diutarakan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.
Menurutnya, sudah ada niatan untuk memperbaiki mekanisme penyaluran bantuan ke petani. Dengan mekanisme sekaran ini bantuan berupa bibit dan pupuk kadang tidak sesuai kebutuhan petani.
“Kalau mau bantu rakyat, sebaiknya market yang jual. Rakyat dibantu dengan subsidi,” ujar Darmin dalam diskusi pekan lalu.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Corporate Communication PT Pupuk Indonesia (Persero), Wijaya Laksana menyebutkan untuk dapat memperoleh pupuk bersubsidi petani agar tergabung dengan kelompok tani dan menyusun RDKK.
“Pupuk bersubdisi itu hanya untuk petani yang tergabung dalam kelompok tani dan jumlah petani sudah direkap dengan baik,”katanya.
Pendistribusian pupuk bersubsdidi pemerintah menerapkan sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi secara tertutup dengan mempergunakan sistem distribusi dengan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).