Pengelolaan Megasektor Sawit yang tersekat-sekat itu, menciptakan banyak kerumitan, biaya transaksi tinggi, inkonsistensi kebijakan yang muaranya menciptakan berbagai masalah yang menyulitkan Megasektor Sawit berkembang lebih baik. Konflik-konflik agraria, tumpang tindih perijinan, masalah lingkungan, kampanye negatif, ketegangan antara kebun dengan PKS dan seterusnya yang tidak kunjung selesai, berakar dari pengelolaan yang tersekat-sekat tersebut. Bahkan sawit rakyat juga ikut korban akibat pengelolaan yang tersekat-sekat tersebut. Sawit rakyat secara tak sadar kita batasi perkembangan ekonominya hanya pada on-fram saja dan tidak pernah dipikirkan pengembangannya ke off-fram (hulu, hilir) karena dianggap diluar wilayah Kementerian Pertanian.
Untuk mengatasi pengelolaan Megasektor Sawit yang tersekat-sekat tersebut diperlukan lembaga nasional setingkat Menteri, misalnya Badan Sawit Nasional atau Badan Perkelapasawitan Nasional. Semua pengelolaan Megasektor Sawit yang selama ini tersebar pada 15 lembaga nasional, diintegrasikan dan dikonsentrasikan pada badan tersebut. Selain itu, lembaga-lembaga spesifik sawit seperti Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Komisi ISPO, Badan Pengelolaan Dana Sawit Kelapa Sawit, yang berada pada kementerian yang berbeda dilebur kedalam badan tersebut.
Kehadiran Badan Sawit Nasional yang demikian tidak akan menimbulkan tumpang tindih lembaga. Sebaliknya justru mengefektifkan pengelolaan Megasektor Sawit termasuk menyelesaikan berbagai konflik dan masalh yang terjadi dalam megasektor Sawit selama ini. Sementara lembaga-lembaga pemerintah yang selama ini ikut mengurusi Megasektor Sawit, dapat lebih fokus pada tugas intinya.
Sumber: GAPKI