JAYAPURA, SAWIT INDONESIA – Keberadaan Greenpeace, NGO lingkungan hidup, mendapatkan penolakan dari Masyarakat Adat Airu Hulu, Kabupaten Jayapura, Papua. Pasalnya, Greenpeace kerap melakukan intervensi terhadap pengelolaan hutan di Papua.
“Kami menolak Greenpeace dalam pengelolaan hutan masyarakat adat,” tegas Kepala Suku Wau, Mathius Wau dalam aksi bersama pada pekan lalu.
Mathius mengatakan penolakan kehadiran Greenpeace karena mereka selalu menghalangi kehadiran investasi di Papua. Intervensi Greenpeace dilakukan dengan alasan hutan yang akan dikelola investor masuk kawasan konservasi nasional dan perlindungan dunia internasional.
“Padahal, hutan ini kami lindungi sebelum pemerintah ada,. Hak-hak kami jelas dengan ada tanda-tanda dan batas jelas,” ujarnya.
Mathius dan masyarakat adat mengharapkan pemprov dan DPR Papua agar masyarakat adat diberikan kemudahan membangun daerahnya, termasuk mencari investor untuk mengembangkan potensi yang ada.
Katanya, masyarakat hukum adat Airu Hulu masih terbelakang dalam akses transportasi. Jangkauan pelayanan pemerintah juga susah karena sulitnya transportasi. Tanpa investor daerah itu tidak akan dibangun.
“Mohon pemerintah bantu kami bicara dengan LSM (Greenpeace) supaya ada kemudahan. Apalagi daerah itu membutuhkan investor agar ekonomi tumbuh juga pendapatan masyarakat,” ucapnya.
Ia yakin pemerintah tidak akan mampu membangun daerah itu dan perkembangannya akan lamban, lantaran sulitnya akses transportasi. “Kalau ada investor, pasti daerah itu akan dibangun. Kalau pemerintah saja sulit,” katanya.
Sementara itu, Tokoh Pemuda Suku Waibara, Solaeman Waibara mendukung penolakan hadirnya Greenpeace di tanah Papua karena NGO ini menghambat pembangunan. Sedangkan, masyarakat menginginkan ada pembangunan di daerah itu terutama investasi hutan dan tanah adat.
“Kami tolak intervensi Greenpeace karena kehadiran LSM tersebut, mengakibatkan investasi di daerah kami terhambat,” ujar Waibara.
Ia berharap, pemerintah mengawal pengelolaan hutan milik masyarakat hukum adat. Perlu pemetaan hutan di Papua demi kepentingan masyarakat adat maupun investasi.
Dalam siaran persnya disebutkan Greenpeace Indonesia telah melakukan aksi nyata di Papua sejak tahun 2008, dengan melakukan pendampingan dan penguatan kepada masyarakat Kampung Manggroholo dan Sira yang dihuni penduduk asli Knasaimos.
“Pengelolaan hutan berbasis masyarakat ini agar segera diterapkan pemerintah di seluruh wilayah Papua, karena masyarakat adat mampu berperan sebagai garda pelindung terdepan dari perusakan hutan Papua,” ujar Charles Tawaru, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia.