Program biodiesel membawah berkah bagi Indonesia. Niatan menekan impor solar mampu diwujudkan bahkan Indonesia tidak lagi impor solar. Sepanjang empat tahun terakhir, pemakaian biodiesel di dalam negeri membantu penghematan devisa.
“Dalam empat tahun terakhir, Indonesia menghemat devisa Rp 120 triliun dari penggunaan biodiesel di dalam negeri,” ujar Dadan Kusdiana, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM RI, saat menjadi pembicara dalam program Energy Corner bertemakan Biodiesel Untuk Kemandirian Energi, pada Senin (7/6/2021).
Penghematan ini diperoleh dari pemakaian biodiesel sebesar 20 juta Kl sepanjang empat tahun ini. ”Kalau dihitung-hitung, impor solar dapat dihemat dari biodiesel. Devisa kita hemat sampai Rp 120 triliun,” ujarnya.
Ia mengatakan program biodiesel dimulai semenjak 2006. Lalu, secara komersial pemakaian biodiesel dimulai dari 2008. Program B30 resmi berjalan pada 2020.
Pada tahun ini, program B30 ditetapkan bisa menyerap 9,2 juta kilo liter biodiesel. Pemakaian ini berasal dari pencampuran biodiesel sebesar 30% dengan bahan bakar minyak solar.
“Dalam empat tahun terakhir, ada peningkatan nilai tambah dari penggunaan biodiesel sebesar Rp 31,9 triliun,” ujar Dadan.
MP Tumanggor, Ketua Umum APROBI mengatakan sedang uji coba B40. Akhir tahun 2021, riset dapat selesai. Kalau bisa mecapai B40, maka penyerapan CPO dapat mencapai 12 juta Kl.
“Penggunaan CPO lebih besar. Selain itu, ketergantungan terhadap luar negeri akan bisa menurun.
Dari segi lingkungan, dikatakanTumanggor, emisi karbon dapat ditekan sehingga udara lebih bersih.
Sedangkan rencana peningkatan B100 atau campuran FAME 100% sebaiknya dikaji lebih mendalam. Menurut Tumanggor penggunaan B100 juga harus memperhitungkan kemampuan daya beli masyarakat. Karena, harga jual B100 dapat mencapai Rp 14.500 sampai Rp15.000 perliter.
“Misalkan di Eropa, penggunana biofuel itu dapat insentif. Selain itu, masyarakat di Eropa telah memiliki kesadaran lingkungan dan sehat. Sedangkan, di masyarakat kita masih mencari yang murah,” jelasTumanggor.
Selama ini, penggunaan B30 masih didukung dari dana BPDPKS. Dana ini dipakai untuk menutupi selisih antara harga diesel berbasis fosil dan biodiesel berbasis minyak sawit (CPO).
Dari aspek bahan baku, pemakaian B100 akan meningkatkan penggunaan minyak sawit di dalam negeri mencapai 36 juta kl per tahun. ini belum memperhitungkan kebutuhan lain seperti minyak goreng dan oleochemical. Dengan demikian, akan berdampak pada ekspor yang kecil.
Mars Ega Legowo Putra, Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PT Pertamina Patra Niaga, Commercial & Trading Subholding Pertamina menuturkan penjualan harian biodiesel mengalami peningkatan semenjak pertengahan 2020.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 116)