JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Di tengah terancamannya produk sawit di Eropa lewat EU Deforestation Regulation atau EUDR, Indonesia bisa mengalihkan pangsa pasarnya ke India. Sebab, India merupakan negara berpenduduk terbesar kedua setelah Cina, yakni 1,4 miliar atau 3 kali lipat Indonesia. Namun, ada beberapa tantangan yang mesti dihadapi Indonesia agar produk sawitnya bisa diterima masyarakat India.
Ketua Umum Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (Maksi) Darmono Taniwiryono mengungkapkan bahwa masyarakat India mayoritas tidak begitu familiar bahkan menilai negatif minyak dari sawit dijadikan sebagai minyak goreng atau untuk dikonsumsi. Darmono yang turut hadir di Acara Globoil India akhir September 2023 lalu itu menuturkan orang India mengenal sawit hanya sebatas untuk biodiesel atau pelumas mesin.
“Karena Masyarakat India, menengah ke bawah itu kemasukan opini negatif tentang sawit. Kenapa? Karena Sejarah revolusi industri yang dimotori Inggris pada abad 19, 1800-an. Itu minyak sawit dipakai untuk menggantikan minyak hewan atau ikan untuk pelumas. Jadi minyak sawit itu oleh Inggris dikenal sebagai minyak pelumas, untuk pembakaran. Jadi Masyarakat India sepertinya masih termakan oleh opini penjajahnya,” ujar dia kepada Sawit Indonesia, Selasa (3/10/2023).
Darmono menuturkan kondisinya saat ini minyak goreng sawit di rak-rak toko swalayan India sangat terbatas bahkan tidak ada. Masyarakat India, kata dia, biasa mengkonsumsi minyak goreng yang berasal dari minyak bunga matahari, kedelai atau disebut minyak biji-bijian atau (sead oil).
“Jadi sudah ada suatu pemikiran negatif turun-temurun. Sehingga kalau mereka melihat sawit di rak-rak toko swalayan, mereka bakal milih seed oil. Jadi minyak sawit yang diimpor India itu untuk refinery. Tapi yang konsumsi bukan oleh Masyarakat menengah ke bawah. Refineri itu bukan untuk minyak goreng, lebih ke industrial, produk industri,” jelas Darmono.
Dengan kondisi tersebut, menurutnya perlu terobosan untuk promosi sawit agar masyarakat di India itu mengonsumsi sawit. Salah satunya yaitu dengan menunjukkan manfaat sawit baik sebagai makanan maupun untuk kosmetik.
Apalagi, lanjut dia, Indonesia saat ini sudah mulai mengenalkan minyak makan merah yang nutrisinya lebih tinggi dibanding minyak goreng biasa. Hal tersebut, ujar Darmono sejatinya sudah dipraktekkan oleh orang-orang Afrika Barat sejak lama.
“Kita harus tunjukkan sawit itu sehat untuk kulit untuk dikonsumsi. Syaratnya dikonsumsi seperti orang Afrika Barat, orangnya tinggi-tinggi, raja olahraga dunia, tidak banyak yang pakai kaca mata. Jadi kita harus meyakinkan dulu, bahwa sawit sangat sehat untuk dikonsumsi. Supaya merubah stigma negatif sawit itu,” tutur Darmono.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa Duta Besar Indonesia, Perhimpunan Pelajar Indonesia di India dan juga asosiasi sawit India sudah mendukung langkah para pemain sawit Indonesia untuk promosi di negeri Bolywood itu. Jika Indonesia bisa meningkatkan penjualan atau ekspor sawit mencapai 25 juta ton per tahun, tentunya Indonesia tidak perlu khawatir dengan pasar Eropa.
“Kalau ini berhasil, Eropa juga bakal diem, tidak akan teriak-teriak lagi. Baru 10 juta ton kan kesana, India. Kalau 25 juta ton per tahun Eropa tidak ada apa-apanya. Ini menurut saya alternatif terbaik dibanding mempromosikan ke negara-negara yang penduduknya kecil,” ucapnya.
Penulis: Indra Gunawan