JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Kelapa sawit sebagai komoditas negara tropis seperti Indonesia dan Malaysia menghadapi tekanan luar biasa untuk berkembang. Banyak LSM lokal dan internasional yang menjadikan komoditas ini sasaran kampanye yang “empuk”.
Gamal Nasir, Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian mengakui negara asing merasa khawatir terhadap kelapa sawit, karena saat ini selain kelapa sawit lebih efisien juga paling kompetitif dibandingkan minyak nabati lainnya.
Berdasarkan data Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) bahwa industri perkebunan untuk sektor kelapa sawit telah konsisten surplus dan relatif besar yakni US$ 3,8 milyar. Sedangkan neraca perdagangan minyak dan gas (migas) masih konsisten mengalami defisit sebesar US$ -0,42 milyar. Artinya kelapa sawit tidak hanya berkontribusi kepada masyarakat tapi juga kepada negara.
Lebih lanjut, kata Gamal, kelapa sawit selain sebagai komoditas strategis bagi Indonesia juga sebagai komoditas pertanian yang peduli terhadap prinsip sustainable (berkelanjutan).
“Barangkali hanya pada kelapa sawit Indonesia yang diwajibkan penerapan pengembangan kebun berkelanjutan, melalui mandatori ISPO”, kata Gamal, Rabu (15/6).
Diakuinya pemerintah tidak menutup mata ada perkebunan kelapa sawit di masa lalu yang dibangun tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Tapi sedikit demi sedikit hingga saat ini perkebunan kelapa sawit yang ada telah menerapkan konsep perkebunan yang sustainable.
Indonesia mempunya skema Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) tidak hanya mengarah kepada konsep perkebunan yng sustainable tapi juga telah disesuaikan dengan peraturan serta perundang-uandangan yang berlaku. Artinya perkebunan yang telah mendapatkan sertifikat ISPO tidak hanya telah menerapkan konsep perkebunan yang sustainable tapi juga telah menjalankan peraturan yang berlaku didalam negeri.
“Jadi kita telah mengeluarkan berbagi regulasi yang pro lingkungan. Satu diantaranya dimana perusahaan wajib menyisihkan sebagaian lahan hak guna usaha (HGU)-nya untuk dijadikan areal konservasi,” terang Gamal.
Disisi lain, Gamal menegaskan bahwa komoditas kelapa sawit tidak hanya telah menerapkan prinsip sustainable tapijuga telah merubah ekonomi masyarakat. Terbukti, masyarakat yang ikut program Perkebunan Inti Rakyat-Transmigrasi (PIR)-Trans kehidupan ekonominya jauh telah berubah jauh lebih baik.
Dalam Undang-undang Perkebunan No.39 Tahun 2014 dan Permentan No.98 Tahun 2013 dijelaskan bahwa perusahaan wajib menyisihkan 20% dari ijin usaha perkebunan (IUP) yang dimiliki oleh perusahaan untuk diserahkan kepada masyarakat sekitar mejadi petani plasmanya. Tujuannya agar masyarakat sekitar untuk merasakan atau menjadi bagian dari perkebunan kelapa sawit yang dibangun oleh perusahaan.
“Akibatnya dengan berkembangnya komoditas kelapa sawit maka masyarakat ikut berkembang,” ucap Gamal.
Dijelaskan Gamal Melihat fakta dan data tersebut maka tidaklah heran jika komoditas kelapa sawit selalu diberitakan negatif oleh sejumlah LSM yang diduga telah ditunggangi oleh negara asing. Hal ini karena dikhawatirkan komoditas kelapa sawit bisa menggeser komoditas minya nabati lainnya seperti minyak kedelai, bunga matahari, rapeseed ataupun lainnya. (Qayuum)