JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Pemerintah dapat menertibkan LSM asing yang beroperasi di Indonesia yang tidak terdaftar serta aktif membuat kampanye hitam. Merujuk laman resmi Kementerian Luar Negeri, sejumlah LSM asing yang getol menyerang industri sawit ternyata tidak terdaftar antara lain Greenpeace, Mighty Earth, dan EIA.
Firman Subagyo, Anggota Komisi II DPR RI, menuturkan Kementerian Luar tidak boleh tinggal diam dengan kehadiran LSM asing tanpa izin dan melanggar regulasi. Sebab, warga negara asing yang masuk Indonesia diwajibkan patuh aturan memiliki izin, hal yang sama berlaku bagi LSM asing.
Dalam situs resmi Kementerian Luar Negeri yaitu https://ingo.kemlu.go.id/, terdapat 65 LSM asing yang terdaftar beroperasi di Indonesia. Tetapi tidak ditemukan nama-nama LSM asing seperti Greenpeace Indonesia, Forest People Programe, Mighty Earth, Environmental Investigation Agency (EIA).
Padahal, kewajiban mendaftarkan diri bagi LSM asing diatur Peraturan Pemerintah Nomor 59 tahun 2016 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang Didirikan Warga Negara Asing. Aturan ini mewajibkan LSM asing harus terdaftar salah satunya kewajiban melaporkan sumber pendanaan.
Firman meminta pemerintah jangan sampai didikte LSM asing yang beroperasi ilegal di Indonesia. Karena, kehadiran LSM ini jelas-jelas mengganggu perekonomian dan kedaulatan nasional. Di sejumlah negara seperti Tiongkok dan Indi, mereka berani mengusir LSM asing yang mengusik kedaulatan dan perekonomiannya.
“Kalau HTI bisa dibubarkan, kenapa LSM asing seperti Greenpeace tidak bisa. Kenyataannya, LSM ini merugikan nama Indonesia di mata dunia. Kementerian Luar Negeri harus bisa mengambil tindakan tegas,” pinta Firman.
Pelanggaran lain yang dilakukan LSM asing yaitu UU Nomor 16/2017 mengenai Organisasi Kemasyarakatan di pasal 59 point 3 bahwa Ormas dilarang melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai peraturan perundang-undangan. Seperti aksi Greenpeace beberapa waktu lalu yang mengokupasi kilang minyak merupakan bukti pelanggaran hukum.
Bhima Yudistira Adinegara, Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), mengatakan kebebasan LSM asing masuk ke Indonesia menjadi blunder bagi negara. Karena, mereka bisa beroperasi tanpa melapor dan mendaftar kepada pemerintah Indonesia. Belajar dari Malaysia, otoritas setempat sangat ketat mengawasi LSM dari negara lain yang ingin beroperasi di sana.
“Kebebasan sekarang ini menjadi kebablasan akibatnya blunder bagi perekonomian Indonesia. Seperti LSM asing yang beroperasi tapi tidak terdaftar di pemerintah,”jelas Bhima dalam diskusi Forum Jurnalis Sawit bertemakan “Dampak Kampanye NGO Bagi Ekonomi Indonesia”, Jumat (5 Oktober 2018).
Data Forum Jurnalis Sawit (FJS) menunjukkan bahwa sejumlah LSM asing yang aktif menyerang kelapa sawit memang belum terdaftar dan tidak melaporkan kegiatannya kepada pemerintah Indonesia.
Di tempat laoin, Soedarmo, Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, menyatakan LSM asing tidak boleh seenaknya menuduh sawit melanggar aturan lingkungan. Di Indonesia, sudah ada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk mengatur mana wilayah hutan, untuk perkebunan, dan pemukiman.
“Itu hak negara Indonesia. Kedaulatan kita tidak bisa diganggu,”kata Soedarmo.
Kalangan akademisi yang diwakili Dr.Sudarsono Soedomo, Dosen Institut Pertanian Bogor, sepakat bahwa terdapat indikasi kuat LSM asing yang beroperasi di Indonesia dan menyerang perusahaan termasuk sawit, pulp and paper, tidak mematuhi prosedur dan aturan.
LSM asing, kata Sudarsono, sering melontarkan tuduhan tanpa risiko yang sepadan. Tidak dapat dipungkiri, LSM bisa bermain dua kaki dimana kaki satu sebagai alat pemerasan. Sementara kaki lainnya dipakai untuk menjadi konsultan bagi perusahaan yang mereka tekan.
“Sebaiknya, pemerintah segera melakukan investigasi kepada LSM asing yang beroperasi di Indonesia seperti Greenpeace dan EIA dari Inggris. Investigasi ini untuk mengetahui kepatuhan terhadap hukum Indonesia,” pungkasnya.