NUSA DUA, SAWIT INDONESIA – Pelabelan no palm oil dalam produk makanan di Uni Eropa merupakan upaya menghambat perdagangan sawit di pasar global. Hal ini diungkapkan Pietro Paganini, akademisi John Cabot University saat menjadi pembicara di 14th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC 2018), di Nusa Dua, Jum’at (2 November 2018)
Pietro menjelaskan bahwa aksi boikot minyak sawit akan membahayakan pencapaian SDGs, karena komoditas ini telah dihasilkan melalui tata kelola kelapa yang berkelanjutan tinggi. “Sawit sangat erat dengan Sustainable Development Goals (SDGs), Jadi, no palm oil no SDGs,” tegas Pietro.
Dalam risetnya, menurut Pietro, di Eropa saat ini muncul ketakutan terhadap minyak sawit yang banyak dicitrakan berbahaya. Reputasi negatif tentang sawit terbentuk karena kekuatan dari pelabelan. Pelabelan sebenarnya berfungsi sebagai alat pemasaran dan periklanan yang berhubungan dengan perilaku manusia serta tren yang sedang berlaku.
Jika ada label “free from”, dijelaskan Pietro, konsumen merasa lega dan akan membeli produk tersebut. Pasar biskuit dan makanan manis lainnya di Italia serta negara EU yang lain saat ini berada dalam kondisi yang matang, terfragmentasi, dan sangat agresif untuk memperebutkan konsumen dan pangsa pasar yang membutuhkan alat pemasaran baru lebih kuat.
“Terkait dengan minyak kelapa sawit, EU saat ini tengah berusaha untuk mencantumkan label bebas dari minyak kelapa sawit (free from palm oil) di berbagai produk makanan mereka,”papar Pietro.
Dijelaskan Pietro, perang iklan melawan sawit karena ada upaya membentuk imej komoditas ini sebagai produk yang berbahaya bagi kesehatan, dan tidak berkelanjutan dari sisi lingkungan hidup.
“Di industri makanan sendiri, adanya label no palm oil dilakukan untuk tujuan komersial, terutama untuk diferensiasi pasar dan gerakan palm washing,” pungkas Pietro.
Label no palm oil dapat terbentuk karena kampanye NGOs secara massif. Sebagai bukti, semenjak 2016-2018, adanya kampanye hitam bahwa minyak sawit berbahaya karena memiliki kandungan lemak tinggi, banyak terkontaminasi, dan sangat karsinogenik. Bahkan, argumen yang dibangun seringkali belum terbukti secara ilmiah.
Dampak kampanye negatif sawit adalah penurunan impor minyak sawit Indonesia untuk produk makanan Eropa sebesar 70% dan produk non makanan sebesar 33%.