Penelitian bioplastik memiliki banyak keunggulan dibandingkan plastik konvensional yang sulit terurai. Dua peneliti telah memulai proses pembuatan bioplastik dari limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS).
Pada kuartal pertama 2013 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kebutuhan plastik di Indonesia mencapai 1,9 juta ton, dan melonjak menjadi 3,4 juta ton pada akhir 2013. Padahal kapasitas terpasang efektif industri plastik nasional hanya sekitar 1,6 juta ton pertahun sehingga untuk memenuhi kebutuhan sekitar 50 persen kebutuhan plastik nasional berasal dari impor yang diperkirakan terus meningkat 11,7 persen tiap tahunnya.
Penggunaan plastik di Indonesia mayoritas sebesar 60 persen berasal dari industri kemasan food and consumer goods. Besarnya konsumsi plastik di Indonesia menjadi masalah pelik dari aspek lingkungan dan kesehatan.
Secara konvensional pembuatan plastik berasal dari minyak bumi melalui proses polimerisasi dengan ikatan kimia pada polimer yang sangat kuat dan sulit diputuskan. Itu sebabnya, plastik menjadi sulit atau membutuhkan waktu yang sangat lama untuk terurai.
Tjahyono Herawan, Peneliti dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) bahan-bahan pembuat plastik dapat menyebabkan penyakit kanker, gangguan reproduksi, hingga radang paru-paru.
“Plastik yang diperoleh dari turunan minyak bumi sangat berbahaya bagi kesehatan. Beberapa bahan tersebut dapat menyebabkan penyakit kanker dan penyakit derivatif lainnya. Bahan kimia tersebut seperti monomer vinil klorida, vinil asetat, formaldehid, dan melamin. Selain monomernya, plastik juga mengandung plasticizier yang berbahaya, seperti dibutil ptalat, dioktil ptalat, kloro bifenil, bisphenol,” kata Tjahyono.
Guna mengurangi masalah limbah plastik tersebut, banyak penelitian plastik yang mudah terurai (biodegredable plastics) berbasis selulosa dan pati dari limbah agroindustri seperti tandan kosong (tankos) sawit. Bioplastik punya sifat mudah terurai dalam kurun waktu 3 bulan. Karena dari bahan-bahan alami, bioplastik yang terurai di tanah membantu penyuburan tanah.
Tjahyono salah satu peneliti yang sedang meneliti bioplastik berbahan baku limbah tankos. Limbah tandan kosong adalah limbah lignoselulosa yang dihasilkan pabrik kelapa sawit secara kontinyu.
Menurut Tjahyono selulosa dan pati merupakan polimer alami yang meskipun memiliki sifat mekanis terbatas yang dapat dimodifikasi menjadi berbagai material polimer bersifat mekanis yang lebih baik. Penelitian Tjahyono mulai berjalan sejak 2013 dengan sumber pendanaan Insentif Penelitian Sistem Inovasi Nasional (INSINAS) Kemenristek. Saat itu, Tjahyono telah berhasil membuat mikrokristal dari selulosa TKKS dan telah diaplikasikan pada berbagai material.
Pengembangan dari penelitian tadi dilakukan pada 2014. Sebab kualitas bioplastik berbahan baku selulosa TKKS tidak sebaik plastik konvesional. “Mengingat kualitas bioplastik berbahan baku selulosa TKS saja tidak sebaik plastik konvensional. Maka penelitian dikembangkan dengan pembuatan bioplastik berbahan baku selulosa TKKS dan asam lemak sawit. Hasilnya, bioplastik lebih baik dan mendekati kualitas plastik konvensional yang mudah terurai secara biologi,” jelas Tjahyono.
(Lebih lengkap silakan baca Majalah SAWIT INDONESIA Edisi 15 Agustus-15 September 2016)
Sumber foto: Isroi