JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Di penghujung Maret 2021, Kementerian Pertanian menerbitkan regulasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) sektor pertanian yang subtansinya juga mengatur pembiayaan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Skema KUR dapat digunakan untuk menutupi kekurangan dana peremajaan dari BPDPKS.
“Pada prinsipnya, KUR pertanian bisa untuk peremajaan sawit rakyat. Syaratnya tetap mengikuti mekanisme dan persyaratan KUR,” ujar Heru Tri Widarto, Direktur Tanaman Tahunan dan Tanaman Penyegar Kementerian Pertanian RI.
Menteri Pertanian telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 3/2021 mengenai Fasilitasi Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat Sektor Pertanian. Terbitnya beleid ini meningkatkan dan memperluas akses pembiayaan pelaku usaha sektor pertanian.
Bagi petani yang mengikuti program PSR dapat mengikuti skema KUR khusus. Sebagaimana diatur dalam pasal 20 ayat 3 bahwa penerima KUR khusus komoditas perkebunan rakyat yang mendapatkan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dapat dibiayai dengan KUR yaitu selisih kekurangan dari total pembiayaan peremajaan kelapa sawit.
Plafon pinjaman KUR khusus maksimal Rp 500 juta dengan bunga 6% per tahun. Jangka waktu KUR khusus paling lama 4 tahun untuk kredit pembiayaan modal kerja. Sementara pembiayaan investasi, grace period paling lama 5 tahun.
Ir. Gulat Manurung,MP, CAPO, Ketua Umum DPP APKSINDO, menjelaskan bahwa KUR pertanian sangat dinantikan petani sawit yang mengikuti PSR. Selama ini, petani agak kelimpungan menutupi kekurangan pembiayaan PSR. Walaupun, dana hibah PSR dialokasikan sebesar Rp 30 juta per hektare.
Usulan KUR untuk PSR, merupakan hasil rekomendasi FGD Percepatan PSR 500.000 ha yang diadakan APKASINDO di pertengahan tahun 2020 lalu .Usulan KUR ini disampaikan resmi oleh APKASINDO kepada Menko Perekonomian melalui Deputi Bidang Pangan dan pertanian, dan dilanjutkan dengan Audiensi dengan Menteri Pertanian pada akhir Desember 2020..
“Usulan KUR ini juga disampaikan kepada Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo dalam pertemuan di akhir tahun 2020. Pak Menteri merespon positif gagasan ini. Kami bersyukur usulan ini diwujudkan dalam Permentan KUR pertanian,” jelasnya.
Gulat berharap pemberian dana KUR kepada petani dapat dipermudah. Jangan lagi, ada syarat yang mengada-ngada.”Buatlah tembok yang kami petani bisa melompatinya. Jangan disengaja pula ibarat menu makanan hanya foto saja. Petani Sawit itu harus ditolong terkhusus “petani kampong”. Tanpa pertolongan pemerintah dalam bentuk KUR. Petani Kampong yang ikut PSR hanya sebagai pelengkap penderita,” ujar kandidat Doktor Lingkungan ini.
Gulat mengatakan petani sawit bersyukur bahwa pemerintah sudah membuat jembatan melalui KUR.”Jadi, tidak harus lompat tembok lagi. Yang ketika berhasil melompat, maka giliran kaki kami kena amputasi,” ujar Gulat memberikan perumpamaan syarat KUR ini.
Dr. Purwadi, Direktur Pusat Sains Kelapa Sawit-Instiper menyambut baik aturan KUR pertanian bagi petani peserta PSR. Usulan ini sejatinya telah digagas semenjak 5 tahun lalu.
“Bantuan pembiayaan melalui KUR ini, sangat strategis karena dapat membantu pembiyaan investasi untuk pemeliharaan TBM1 sampai dengan TBM3. Dengan demikian petani bisa memelihara tanamannya sesuai dengan baku teknis (best practices) dan pada saat tanaman mulai menghasilkan kebun-kebun petani dapat langsung dilakukan sertifikasi ISPO,” ujar Purwadi.
Menurut Purwadi, tanpa bantuan KUR maka petani yang tidak atau kurang memiliki dana untuk biaya pemeliharaan, akan sulit untuk memenuhi target kebun bersertifikat ISPO. Dan apabila mereka terjebak pada kredit pembiayaan bersumber dari hutang dari sumber lain dengan bunga tinggi. Maka, pada saatnya akan terbebani dan bisa terjerat pada hutang dengan jangka waktu lama.
Idealnya jangka waktu pembiayaan investasi ini 9 tahun dengan grace period 3 tahun. Namun, kata Purwadi, dengan regulasi yang dapat diperpanjang selama 2 tahun. Aturan ini sangat membantu petani dan mendorong petani untuk lebih bersemangat melunasi dalam jangka 7 tahun. Karena harus lunas dalam 5 tahun dan jika diperpanjang menjadi 7 tahun.
“Saran saya bagi petani yang punya dana investasi sendiri. Bantuan KUR dijadikan pelengkap atau tambahan saja. Bisa juga bagi petani yang melakukan pengerjaan sendiri pemeliharaan kebunnya. Cukup mengambil bantuan KUR sesuai kebutuhan seperti untuk biaya pembelian sarana produksi,” kata Purwadi.
Terpenting, prosedur memperoleh KUR tidak rumit. Purwadi menjelaskan peserta PSR yang menerima bantuan BPDP-KS. Sebenarnya telah memiliki dan memenuhi data administrasi lengkap. Seyogyanya data administrasi itu bisa digunakan untuk persyaratan administrasi KUR. Untuk selanjutnya, perbankan dapat mengikat dengan perjanjian kreditnya. Bisa pula dengan agunan surat pemilikan tanah seperti SKT, girik, maupun sertifikat. Artinya, agunan tidak harus sertifikat. Kecuali pemerintah membantu untuk melakukan sertifikasi.
“Masalah bagi penerima bantuan PSR dari BPDP-KS, bukankah sertifikasi dapat dilakukan pemerintah melalui program sertifikasi massal sebagaimana dibagi-bagikan presiden pada petani lain,” jelasnya.
KUR Pertanian, kata Purwadi, adalah solusi pembiayaan PSR terbaik. Sebaiknya diikuti dengan bantuan untuk pendampingan petani seperti kontrak kerja dengan SDM dari program beasiswa BPDPKS.
”Selain itu, pemerintah melalui Ditjenbun dapat membantu membangun Sistem Informasi Menajemen Petani PSR. Database ini dapat menyimpan kegiatan 2 petani peserta PSR ini. Pada saatnya database tersebut dapat digunakan dalam sertifikasi ISPO,” pungkas Purwadi.