Hingga saat ini, penyediaan benih masih berupa pembelian langsung ke produsen benih, baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan kolektif. Pendeknya rantai pasokan dari produsen ke konsumen benih berdampak positif karena lebih efisien. Namun, hal ini dapat menjdai masalah bagi konsumen khususnya para pekebun kecil. Hal tersebut karena pekebun kecil umumnya tidak memeiliki pengetahuan produk dan akses, regulasi yang menyangkut ijin-ijin pemerintah yang diperlukan dalam pembelian dan pengawasan benih, serta cara pemesanan dan pembayaran benih yang diminta oleh produsen.
Oleh karena itu, untuk selanjutnya sangat diperlukan perpaduan sistem jejaring (networking) dan rantai pasokan (supply chain) atau disingkat dengan net-chain. Sistem ini diperlukan agar benih yang diproduksi dapat memenuhi permintaan konsumen sesuai dengan jumlah dan mutu benih yang dibutuhkan oleh konsumen pada waktu dan tempat yang tepat. Pembentukan sistem jejaring dan rantai pasokan dalam industri benih kelapa sawit Indonesia dapat didasari oleh faktor-faktor pemasaran yaitu produk (Product), Harga (price), lokasi (place) dan promosi dapat menjadi titik temu antara kemampuan produsen.
Perkembangan Harga dan Nilai Penjualan Benih Sawit
Harga benih sawit pada umumnya tidak jauh berbeda anatara para produsen, kecuali harga benih Marihat PPKS yang lebih rendah dibandingkan harga benih produsen lain. Hal tersebut karena PPKS sebagai sebuah lembaga usaha pemerintah yang memproduksi benih yang harus mengemban amanat pemerintah untuk memenuhi kebutuhan benih khususnya bagi pekebun bersekala kecil dan menengah dengan harga yang terjangkau.
Sumber: Hendra Halomoan Sipayung, Tony Liwang