JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Melalui nota keberatan (eksepsi), Tim Kuasa Hukum Terdakwa berinisial PTS menyatakan Surat Dakwaan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan perkara korupsi minyak goreng tidak memenuhi syarat materiil maupun syarat formil. Tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap sehingga berimplikasi yuridis, batal demi hukum (van rechtswegenietig). Sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b Jo. Pasal 143 ayat (3) KUHAP.
“Ketelitian Jaksa Penuntut Umum diperlukan dalam rangka mempersiapkan Surat Dakwaan agar tidak terdapat kekurangan dan atau kekeliruan yang dapat mengakibatkan batalnya Surat Dakwaan atau tidak dapat dibuktikan,” kata Ketua Tim Kuasa Hukum Terdakwa PTS, Denny Kailimang, S.H., M.H dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi SawitIndonesia.com pada Selasa (6 September 2022).
Tim Kuasa Hukum terdakwa PTS meminta Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara dapat melihat secara seksama dan penuh dengan rasa keadilan bahwa Surat Dakwaan Nomor Reg. Perkara: PDS-18/M.1.10/Ft.1/08/2022, tanggal 8 Agustus 2022, tidak dapat diterima dan harus dibatalkan.
Karena tidak memenuhi syarat materiil maupun syarat formil sebagaimana tercantum dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b Jo. Pasal 143 ayat (3) KUHAP. Selain itu, Tim JPU tidak dapat menguraikan secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa berinisial PTS.
Dikatakan Denny, dalam Surat Dakwaan Tim JPU hanya menyebutkan jangka waktu tindak pidana (Terdakwa) untuk kurun waktu Januari 2022 sampai Maret 2022. Padahal Dalam Surat Perintah Penyidikan Kurun Waktu Tindak Pidana yang disangkakan terjadi pada Januari 2021 sampai Maret 2022.
“Berdasarkan Dakwaan Primair dan Subsidairnya, Tim JPU menyebutkan bahwa Terdakwa selaku General Manager bagian General Affair PT Musim Mas melakukan/turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum tindak pidana dari bulan Januari 2022 s.d bulan Maret 2022 bertempat di Kantor Kementerian Perdagangan Republik Indonesia,” kata Denny, usai sidang di Pengadilan Pidana Korupsi, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 6 September 2022.
Lebih lanjut, ia menambahkan tempus delicti yang didakwakan kepada Terdakwa, ternyata berbeda dengan tempus delicti pada saat proses penyidikan. Padahal dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRIN-22/F.2/Fd.2/04/2022, tanggal 19 April 2022 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: Tap-20/F.2/Fd.2/04/2022, tanggal 19 April 2022, tempus delicti perkaranya adalah bulan Januari 2021 s.d. bulan Maret 2022. Terjadi perbedaan tempus delicti antara hasil penyelidikan/penyidikan dengan tempus delicti pada Surat Dakwaan.
“Ketidaksesuaian tempus delicti ini mencerminkan Tim JPU telah tidak cermat dalam merumuskan Surat Dakwaan, karena tidak sesuai dengan fakta hasil penyidikan. Ketidaksesuaian tempus delicti, mengindikasikan bahwa perkara ini ditangani secara tidak cermat dan sembrono,” tegas Ketua Tim Kuasa Hukum PTS.
“Selain itu, penetapan tersangka terhadap PTS, tidak sah karena tidak didukung alat bukti yang dapat membuktikan adanya kerugian keuangan/perekonomian negara,” imbuh Denny.
Diketahui, berdasarkan Laporan Hasil Audit BPKP Nomor: PE.03/SR-511/D5/01/2022, Tanggal 18 Juli 2022 (“Laporan BPKP”) dan Laporan Kajian Analisis Keuntungan Ilegal dan Kerugian Perekonomian Negara Akibat Korupsi di Sektor Minyak Goreng dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, tanggal 15 Juli 2022 (“Laporan Analisis FEB UGM”), disebutkan dalam Surat Dakwaan, Penyidik pada Kejaksaan Agung RI baru memiliki alat bukti untuk membuktikan adanya kerugian keuangan/perekonomian negara pada bulan Juli 2022.
“Sementara penetapan Tersangka terhadap PTS, sudah dilakukan pada tanggal 19 April 2022 melalui Surat Penetapan Tersangka, jauh sebelum dibuktikannya kerugian keuangan/perekonomian negara yang menjadi unsur delik tindak pidana korupsi sebagaimana disangkakan/didakwakan terhadap Terdakwa,” kata Denny.
Menurutnya, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 tertanggal 25 Januari 2017 (“Putusan MK No. 25/2016”), delik tindak pidana korupsi baik yang dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) maupun Pasal 3 UU Tipikor, telah menjadi delik materil, yang harus dibuktikan terlebih dahulu akibatnya.
“Dalam hal ini, sesuai pertimbangan Mahkamah Konstitusi pada Putusan MK No. 25/2016, Penyidik pada Kejaksaan Agung RI harus terlebih dahulu membuktikan adanya kerugian keuangan/perekonomian negara yang nyata (actual loss) dalam peristiwa penerbitan Persetujuan Ekspor periode Februari-Maret 2022, sebelum bisa menetapkan tersangka,” pungkas Denny.
Maka, lanjutnya menjadi jelas dan terang bahwa penetapan Tersangka terhadap PTS, pada tanggal 19 April 2022 melalui Surat Penetapan Tersangka, tidak sah dan melanggar hukum acara pidana. “Karena Tidak didukung alat bukti permulaan yang cukup yang dapat membuktikan adanya kerugian keuangan negara/perekonomian negara yang nyata atau aktual,” tegas Denny.