JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Berlangsung selama lima jam, sidang Majelis Komisi Pengawas KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) membacakan putusan kepada 27 perusahaan minyak goreng dalam Pemeriksaan Lanjutan atas Perkara Nomor 15/KPPU-I/2022 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 Huruf c dalam Penjualan Minyak Goreng Kemasan di Indonesia.
Dalam putusannya, Majelis Komisi Pengawas KPPU menyatakan bahwa 27 terlapor dari perusahaan minyak goreng tidak terbukti melakukan penetapan kartel harga.
“Tentang Diktum dan Penutup menimbang bahwa fakta-fakta dan analisis serta kesimpulan di atas. Serta mempertimbangkan pasal 43 UU Nomor 5 Tahun 2019. Majelis Komisi memutuskan terlapor I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, XII, XIII, XIV, XV, XVI, XVII, XVIII, XIX, XX, XXI, XXII, XXIII, XIV, XV, XVI, dan XVII tidak terbukti melanggar pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 2019,” ujar Ketua Majelis Dinni Melanie.
Dugaan pelanggaran pasal 5 ini berkaitan penetapan harga minyak goreng kemasan. Sebagai informasi Dalam ayat 1 pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999, dinyatakan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan.
Kasus bergulir hingga proses Pemeriksaan oleh Majelis Komisi. Pemeriksaan Pendahuluan atas perkara ini dilakukan Majelis Komisi sejak tanggal 20 Oktober 2022 dan dilanjutkan dengan Pemeriksaan Lanjutan sejak tanggal 25 November 2022, serta perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan hingga tanggal 4 April 2023.
Sebelumnya dalam hasil kajian dari Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU-FHUI), menyatakan bukti-bukti yang digunakan KPPU dalam perkara dugaan kartel minyak goreng tidak kuat untuk menyatakan ada pelanggaran UU Anti Monopoli. Bahwa kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng yang terjadi pada akhir 2021 sampai dengan pertengahan 2022 lebih disebabkan antara lain oleh kenaikan harga crude palm oil (CPO) dan kebijakan pemerintah yang tidak tepat, khususnya penerapan harga eceran tertinggi (HET).