JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta perbaikan tata kelola sawit kepada Kementerian Pertanian dan lembaga terkait. Perbaikan ini mengenai lemahnya mekanisme perizinan, pengawasan, dan pengendalian membuat sektor ini rawan
korupsi. Korupsi dalam proses perizinan perkebunan kelapa sawit sering melibatkan kepala
daerah.
Dalam kajian tahun 2016, KPK menemukan hingga saat ini belum ada desain tata kelola usaha
perkebunan dan industri kelapa sawit yang terintegrasi dari hulu ke hilir. “Kondisi ini tak memenuhi
prinsip keberlanjutan pembangunan. Sehingga, rawan terhadap persoalan tata kelola yang
berpotensi adanya praktek tindak pidana korupsi,” kata Febri Diansyah, dalam keterangan resminya, pada Senin (24/4/2017).
Dari sisi hulu, sistem pengendalian dalam perizinan perkebunan kelapa sawit belum akuntabel
untuk memastikan kepatuhan pelaku usaha. Hal ini ditandai dengan tidak adanya mekanisme
perencanaan perizinan berbasis tata ruang. Integrasi perizinan dalam skema satu peta juga belum
tersedia. Selain itu, kementerian dan lembaga terkait belum berkoordinasi dalam penerbitan
perizinan. Akibatnya, masih terjadi tumpang tindih izin seluas 4,69 juta hektare.
Di hilir, pengendalian pungutan ekspor kelapa sawit belum efektif karena sistem verifikasi belum
berjalan baik. Penggunaan dana kelapa sawit, habis untuk subsidi biofuel. Parahnya, subsidi ini
salah sasaran dengan tiga grup usaha perkembunan mendapatkan 81,7 persen dari Rp 3,25 triliun
alokasi dananya.
Padahal seharusnya penggunaan dana terbagi untuk penanaman kembali, peningkatan sumber
daya manusia, peningkatan sarana dan prasarana, promosi dan advokasi, dan riset. Tak hanya itu,
pungutan pajak sektor kelapa sawit tak optimal dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Tak efektifnya pengendalian pungutan ekspor ini mengakibatkan ada kurang bayar pungutan
sebesar Rp 2,1 miliar dan lebih bayar Rp 10,5 miliar. Tingkat kepatuhan pajak baik perorangan
maupun badan juga mengalami penurunan. Sejak tahun 2011-2015, wajib pajak badan dan
perorangan kepatuhannya menurun masing-masing sebanyak 24,3 persen dan 36 persen.
“Dari hasil kajian ini, KPK merekomendasikan Kementerian Pertanian dan kementerian/lembaga
terkait harus menyusun rencana aksi perbaikan sistem pengelolaan komoditas kelapa sawit. KPK
akan melakukan pemantauan dan evaluasi atas implementasi rencana aksi tersebut,” pungkas Febri.