Kampanye hitam seringkali menimpa Korindo. Mulai isu perusakan lingkungan hidup sampai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Melibatkan NGO dan media internasional. Apa motifnya?
Hampir lima tahun lamanya, Korindo rutin diserang kampanye hitam. Isunya juga berubah. Serangan ini menyasar kegiatan operasional Korindo di Merauke dan Boven Digoel, Papua. General Manager Palm Oil Division Korindo Group Luwy Leunufna menyayangkan mengaku tidak heran dengan pemberitaan di BBC News Indonesia yang menuding pembakaran lahan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia.
“Jadi, isu ini bukanlah hal baru bagi kami. Isu lama yang sengaja diulang,” ujar Luwy dalam jumpa pers virtual.
Berita BBC News Indonesia berjudul Papua: Investigasi ungkap perusahaan Korsel ‘sengaja’ membakar lahan untuk perluasan lahan sawit, diklaim memakai data lawas. Sebagai contoh data pembakaran lahan bersumber dari investigasi Forensic Architecture dan Greenpeace mengenai bukti kebakaran lahan dikonsesi Korindo sepanjang 2011-2016.
Terkait dengan adanya tuduhan pembakaran hutan dalam periode tahun 2011-2016. Korindo berpijak kepada pernyataan The Forest Stewardship Council (FSC) pada Agustus 2019 lalu yang menyatakan bahwa pihak FSC telah melakukan investigasi di lapangan pada Desember 2017. Hasil kesimpulan investigasi tersebut menyatakan tuduhan bahwa Korindo dengan sengaja dan ilegal membakar areal perkebunan adalah tidak benar.
Temuan FSC tersebut memperkuat hasil investigasi yang sebelumnya telah dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Merauke dengan Nomor Surat 522.2/0983 tertanggal 24 Agustus 2016 yang menyatakan bahwa pembukaan lahan dilakukan secara mekanis dan tanpa bakar.
Selain kedua hasil investigasi tersebut, terdapat juga surat dari Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian LHK RI Nomor S.43/PHLHK/PPH/GKM.2/2/2017 tanggal 17 Februari 2017 yang menyatakan bahwa anak perusahaan Korindo Group yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit tidak melakukan illegal deforestation dan telah memperoleh izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri LHK.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mempertanyakan alasan Greenpeace yang mengeluarkan video lama. “Investigasi yang diekspos Greenpeace menyebutkan bahwa video yang digunakan yaitu adalah video tahun 2013,” tanyanya.
Yang menjadi pertanyaan adalah motif Greenepeace merilis video investigasi yang dilakukan tujuh tahun lalu. “Seharusnya, Greenpeace segera melaporkan bukti video tahun 2013 itu kepada pihak terkait pada saatitu,” tambahnya Ridho Sani.
Dalam jawabannya, Kiki Taufik, Kepala Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara menjelaskan walau pun video diambil pada 2013 namun kebakaran di konsesi Korindo masih terjadi di tahun 2016. Masalah utamanya terletak pada adanya dugaan pembakaran yang disengaja, terlepas kapan kebakaran pertama muncul dan di era menteri mana kawasan hutan dilepaskan, investigasi pelanggaran dan penyelidikan masih menjadi tanggung jawab menteri saat ini,” ungkapnya.
Kendati demikian, data kebakaran lahan yang disajikan Greenpeace bukanlah data baru. Adalah Mighty Earth menyampaikan tuduhan serupa pada 2016 sampai 2019. Pada September 2019, Direktur Kampanye Mighty Earth dan FSC Expert Phil Aikman menyambangi Jakarta untuk membeberkan tuduhan deforestasi dan kebakaran lahan di perkebunan Korindo. Kala itu, ia menuduh ada 900 titik api. Tuduhan lain adalah sebagian area Korindo dituding dari penebangan hutan primer.
“Kampanye ini merugikan Korindo. Atas dasar itulah perusahaan mengambil jalur hukum. Mighty Earth telah dilaporkan pengadilan Jerman dan sekarag dalam proses tahap peradilan,” kata Luwy.
Protes juga disampaikan perwakilan masyarakat adat Merauke dan Boven Digoel kepada Mighty Earth. “Masyarakat belum pernah bertemu mereka (Mighty Earth). Tidak pernah mereka datang ketempat kami. Makanya, masyarakat datang ke Jakarta dan mempertanyakan tuduhan mereka,” kata pemilik hak ulayat di Distrik Subur, Boven Digul, Yustinus Gambenop.
Saat bertemu Phil Aikman, Direktur Kampanye Mighty Earth dan FSC Expert, Yustinus bersama pemegang hak ulayat lain memprotes tuduhan deforestasi yang dialamatkan kepada anak usaha Korindo. Selama ini, menurutnya, masyarakat desanya justru merasakan dampak sosial dan ekonomi pasca hadirnya Korindo Grup di wilayahnya.
“Jadi mereka (Mighty Earth) mematikan kegiatan perusahaan. Imbasnya dirasa masyarakat. Sejauh ini, kami tidak ada masalah dengan Korindo. Karena banyak membantu masyarakat dan janjikan lahan plasma 20% dari areal. Sekarang ini era modern. Masyarakat tidak lagi pegangbusur untuk cari makan,” ujar Yustinus.
Sementara itu, Tokoh Masyarakat lainya, Pastor Felix Amias menjelaskan bahwa pembukaan lahan (land clearing) hingga kelihatan tanah itu sudah lama dilihat di media (sekitar tahun 2011). Sekarang sudah ditanami sawit dan sudah produksi, sehingga tak ada pembukaan lahan baru yang seperti itu. Itu gambar lama yang terus dibarui dalam bentuk propaganda.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 109)